Oktober 2015 Cadangan Devisa Turun US$ 1 Miliar



( 2015-11-11 04:49:36 )

Bank Indonesia (BI) melaporkan kalau per akhir Oktober cadangan devisa lebih rendah dari posisi September. Cadangan devisa Indonesia turun sekitar US$ 1 miliar menjadi US$ 100,7 miliar per akhir Oktober 2015 dari posisi akhir September 2015 di kisaran US$ 101,7 miliar.


Namun pada September 2015 penurunan ini relatif lebih kecil dibandingkan penurunan posisi cadangan devisa. Posisi cadangan devisa turun US$ 3,6 miliar menjadi US$ 101,7 miliar per akhir September 2015. Deputi Direktur Departemen Komunikasi BI, Andiwiana mengatakan perkembangan cadangan devisa itu disebabkan oleh penambahan pengeluaran untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah serta penggunaan devisa dalam rangka menstabilkan nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamentalnya.


"Hal itu sejalan dengan komitmen Bank Indonesia yang telah dan akan terus berada di pasar untuk melakukan upaya stabilisasi nilai tukar rupiah guna mendukung terjaganya stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan," kata Andiwiana.


Menurut dia, dengan perkembangan itu, per akhir Oktober 2015 posisi cadangan devisa masih cukup membiayai 7,1 bulan impor atau 6,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. "BI menilai cadangan devisa itu mampu mendukung ketahanan sektor eksternal dan menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan," tambah Andiwiana.


Disamping itu, Ekonom Bank Permata Joshua Pardede menuturkan pada Oktober 2015 penyusutan cadangan devisa relatif sedikit tersebut karena penguatan rupiah. Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), pada 1 Oktober 2015 rupiah menguat 6,9 persen dari posisi 14.654 per dolar AS menjadi 13.639 per dolar AS pada 30 Oktober 2015. Bank Indonesia tetap melakukan intervensi di pasar di tengah ketidakpastian kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS). Joshua menilai cadangan devisa tersebut juga relatif masih aman lantaran nilainya rata-rata di atas tiga bulan untuk pembayaran impor.


"Pada akhir September pernyataan the Fed (bank sentral AS) relatif dovish, dan mereka menyatakan secara hawkish pertengahan Oktober. Ini menjadi sentimen negatif di pasar," kata Joshua. Ia menambahkan, meski demikian BI tetap berada di pasar untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah. Apalagi pernyataan pimpinan bank sentral AS Janet Yellen akan menaikkan suku bunga pada Desember 2015 masih membayangi pasar. Kenaikan suku bunga bank sentral AS dapat terjadi apabila data ekonomi makro seperti data tenaga kerja sesuai harapan.


Prediksi Rupiah dan BI Rate


Kemarin Amerika Serikat (AS) merilis laporan pada Oktober 2015 data tenaga kerja meningkat mencapai 271 ribu, jauh lebih besar dibandingkan perkiraan pasar di kisaran 180 ribu. Lalu tingkat pengangguran di bawah sekitar 5 persen. "Ini jadi sentimen negatif. Pada Desember 2015 karena ada potensi the Fed akan menaikkan suku bunga," kata Joshua.


Melihat kondisi itu, Joshua memperkirakan, Bank Indonesia (BI) akan tetap mempertahankan suku bunga acuan atau BI Rate di level 7,5 persen dalam pertemuan Rapat Dewan Gubernur BI pada pertengahan November 2015. Selain itu, hingga akhir tahun rupiah masih akan bergerak di kisaran 13.500-13.800 per dolar AS. "BI masih akan tetap menjaga nilai tukar rupiah sesuai nilai fundamentalnya dengan menjaga persediaan dan permintaan serta likuiditas rupiah. BI terus pantau," kata Joshua.