Semakin Lemah, Harga Minyak Kembali Sentuh Level Terendah



( 2016-02-12 03:13:24 )

Akibat melimpahnya stok pasokan minyak di AS, harga minyak produksi Amerika Serikat (AS) mengalami penurunan lagi pada perdagangan Kamis, yang mencapai tingkat terendah dalam 12 tahun terakhir.

Bank investasi, Goldman Sachs mengungkapkan, harga minyak akan terus mengalami tekanan hingga semester kedua di tahun ini. Para investor akan memalingkan uangnya dari saham dan aset-aset berisiko ke aset lainnya, ke aset yang lebih aman seperti emas.

Menurunnya harga minyak mampu tertahan, setelah adanya berita dari menteri energi Uni Emirat Arab (UEA), yang menjelaskan kalau OPEC siap bekerjasama mengurangi produksi minyak. Namun sebagian pelaku pasar tidak percaya terhadap rencana tersebut.

"Ini pertama kalinya negara produsen minyak di Teluk menuturkan sesuatu soal minyak," ujar Analis, John Kilduff, seperti dilansir dari laman Reuters, Jumat (12/2/2016).

Sebelum adanya berita dari UEA, minyak produksi Amerika Serikat menurun ke tingkat terendah sejak 2003. Sementara untuk harga minyak Brent turun ke bawah US$ 30/barel. Pada pekan ini, minyak produksi AS telah turun 14%, sedangkan untuk Brent turun 10%.

Pada penutupan perdagangan, minyak produksi AS turun US$ 1,24/barel (4,5%) ke US$ 26,21/barel. Sempat mengenai tingkat paling rendah dalam 12 tahun terakhir di US$ 26,05/barel.

Untuk minyak Brent, harganya turun 78 sen/barel (2,5%) ke US$ 30,06/barel, dan sempat mengenai US$ 29,92/barel.

Beberapa analis teknikal mengungkapkan, harga minyak dapat menyentuh US$ 25/barel. Goldman Sachs juga mengutarakan ke nasabahnya, jika harga minyak AS akan berfluktuasi antara US$ 20-US$ 40/barel.

Sejak mencapai harga tertingginya di pertengahan 2014 hingga saat ini, harga minyak telah turun hampir 75%. Hal itu dikarenakan pasokan yang meningkat 1-2 juta barel per hari. Sementara permintaan menurun akibat melemahnya ekonomi China.