Anjloknya Harga Minyak Yang Tak Kunjung Membaik Sebabkan Perusahaan Minyak Bangkrut



( 2016-01-25 08:46:10 )

Harga minyak merosot cukup tajam setelah sebelumnya sempat mengenai level tertingginya pada Juni 2014 lalu. Perusahaan minyak pun mulai mengalami kegoyahan pada sektor keuangan. Tahun lalu, di Amerika Serikat (AS), terdapat 42 perusahaan pengeboran minyak yang didaftarkan bangkrut. Kondisi ini semakin parah pada tahun ini.

Sejumlah ahli berpendapat, krisis minyak yang terjadi saat ini terdapat kemiripan dengan kondisi di tahun 1986 lalu, di mana terdapat 27% perusahaan minyak yang tak sanggup membayar utang alias default.

Sementara pada Desember lalu, ada 11% perusahaan minyak yang tidak sanggup membayar utang alias berstatus default, meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 0,5% jumlahnya. Tahun depan, jumlahnya dapat naik dua kali lipat.

Tak heran, kalau bank-bank besar di Amerika Serikat (AS) saat ini telah mulai mencadangkan uangnya untuk mengantisipasi ketidaksanggupan perusahaan minyak membayar utang-utangnya.

Untuk diketahui, perusahaan minyak meminjam banyak uang ketika harga minyak berada di atas US$ 100/barel. Perusahaan ini merasa yakin dapat membayar utangnya jika minyak sudah didapat. Namun nyatanya, harga minyak justru hanya sekitar US$ 30/barel. Jadi pusinglah perusahaan minyak membayar utang-utangnya.

"Faktanya, tak ada yang dapat membayangkan jika harga minyak akan terjatuh di bawah US$ 100/barel seperti saat ini. Banyak orang telah membuang-buang uangnya karena merasa yakin dengan berpikir harga minyak tidak akan turun," ujar Analis, Mike Lynch, seperti dikutip dari CNN, Senin (25/1/2016).

Pada hari terakhir di 2015, Sift Energy, sebuah perusahaan migas asal Houston, menjadi perusahaan pengebor minyak ke-42 yang didaftarkan bangkrut. Perusahaan tersebut kesulitan membayar utang senilai US$ 1 miliar, atau sekitar Rp 14 triliun. Hal itu disebabkan karena pendapatannya jatuh sebesar 70% di tahun lalu.

Banyak yang menilai, saat ini terdapat perang minyak antara Arab Saudi dan AS. Arab merasa tersaingi oleh shale oil yang banyak diproduksi AS. Oleh karena itu, Arab meningkatkan produksinya dan menekan supaya harga tetap murah. Sekarang hanya tinggal adu kuat saja, siapa yang mampu bertahan dengan harga yang rendah seperti saat ini.

Kemungkinan perusahaan AS yang nantinya akan keluar dari bisnis ini. Negara OPEC tak punya banyak pemain kecil seperti di AS. Sebab, di OPEC biasanya pemerintah yang mengontrol seluruh produksi minyak.