Rupiah Bertahan Pada Sesi 13.875 per Dolar AS Meski Pada Posisi Tertekan



( 2016-01-12 10:37:48 )

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mampu menguat di awal perdagangan pada Selasa pekan ini. Namun penguatan tersebut terbatas karena tekanan sentimen dari luar.

Pada perdagangan pagi ini rupiah sempat berada di level 13.825 per Dollar AS, menguat bila dibandingkan dengan pembukaan yang berada di level 13.898 per Dollar AS. Namun menjelang siang hari, Rupiah kembali melemah pada kisaran 13.875 per Dollar AS.

Pada perdagangan dari pagi hingga siang hari ini, rupiah berada di kisaran 13.813 per Dollar AS hingga 13.898 per Dollar AS. Jika dilihat dari awal tahun, rupiah telah melemah 0,63 persen.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI) rupiah mampu menguat ke level 13.835 per Dollar AS dari perdagangan sehari sebelumnya yang berada di level 13.935 per Dollar AS.

Pakar Ekonom PT Samuel Sekuritas Rangga Cipta menjelaskan, menjelang akhir perdagangan kemarin, Senin (11/1/2016), Rupiah mampu menguat karena adanya penilaian positif dari dalam negeri.

Survei Penjualan Eceran yang dilakukan oleh Bank Indonesia mencatat bahwa penjualan secara eceran pada Desember 2015 kemarin meningkat ke 10,2 persen (Year on Year) dari 8,7 persen (Year on Year) pada November 2015.

Positifnya data penjualan enceran ini menambah penilaian positif yang telah ada seperti realisasi inflasi sepanjang 2015 yang mampu berada di level 3,35 persen.

Penilaian positif ini hanya mampu bertahan sampai pagi saja, karena pelaku pasar melihat adanya risiko dari China. ucapnya.

Analis Pasar Uang HSBC New York, Daragh Maher mengatakan, ada banyak penilaian yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar mata uang saat ini. Sebagian besar pelaku pasar saat ini sedang menyelamatkan dananya dengan mengoleksi Dollar AS yang membuat mata uang lainnya melemah.

Beberapa risiko yang ada saat ini adalah pertikaian yang terjadi di Timur Tengah. Selain itu juga, penurunan harga minyak yang mencapai level US$ 31,41 per barel di New York Mercantile Exchange. Harga minyak tersebut mendorong ke level terendah sejak 5 Desember 2003.

Selain itu juga, kondisi China juga menjadi ketakutan tersendiri bagi investor. Pada saat ini para pemain lebih baik bermain aman, akhir ucapannya