Wall Street Tertekan Kekhawatiran dengan Pelemahan Ekonomi Global



( 2018-10-10 02:40:32 )

Wall Street harus berakhir melemah pada penutupan perdagangan di hari Selasa (Rabu pagi waktu Jakarta). Salah satu sentimen penekan bursa saham di Amerika Serikat (AS) adalah kekhawatiran investor akan prospek pertumbuhan ekonomi global.

Mengutip Reuters, pada hari Rabu (10.10.2018), Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun 56,21 poin, atau 0,21 persen menjadi 26.430,57. Untuk S&P 500 kehilangan 4,09 poin atau 0,14 persen menjadi 2.880,34. Berbeda, Nasdaq Composite menambahkan 2,07 poin atau 0,03 persen menjadi 7.738,02.

The International Monetary Fund (IMF) memotong perkiraan pertumbuhan ekonomi global untuk tahun 2018 dan 2019. Lembaga ekonomi dunia tersebut menyatakan ekonomi global akan tumbuh 3,7 persen pada akhir tahun 2018, turun dari perkiraan Juli lalau yang ada di angka 3,9 persen.

IMF juga memotong estimasi pertumbuhan ekonomi AS dan China di tahun 2019. IMF mengatakan bahwa kedua negara tersebut akan mengalami tekanan karena adanya perang dagang.

Sementara Presiden AS Donald Trump mengulanhi ancaman untuk mengenakan tarif tambahan impor China senilai USD 267 miliar Jika Beijing kembali menerapkan retribusi baru.

Sentimen tersebut mempengaruhi saham-saham sektor material yang mengalami penurunan sebesar 3,4 persen. Pelemahan ini merupakan penurunan harian terbesar sejak tanggal 8 Februari lalu. Saham perusahaan kimia PPG Industries menjadi saham yang mengalami pelemahan terbesar yaitu jatuh 10 persen.

Perusahaan yang terdaftar di Wall Street ini sangat terpengaruh dengan perang dagang AS dengan China karena perang dagang membuat bahan baku lebih mahal dan permintaan dari China juga mengalami pelemahan.

"Dengan penurunan prediksi pertumbuhan ekonomi global ini sangat berpengaruh kepada indeks S&P 500 karena sebagian besar saham di indeks ini memiliki orientasi ekspor," jelas Mark Luschini, chief investment strategist di Janney Montgomery Scott, Philadelphia, AS.

Namun memang, pelemahan Wall Street tidak terlalu besar karena memperoleh dukungan dari penurunan imbal hasil obligasi berjangka waktu 10 tahun pemerintah AS. Setelah mengalami lonjakan yang cukup tinggi pada pekan lalu, imbal hasil obligasi pemerintah ini mengalami penurunan dan memberikan angin segar kepada pasar ekuitas.

"Dengan adanya penurunan imbal hasil ini maka pasar saham bisa sedikit bernafas lega," kata Kristina Hooper, chief global market strategist di Invesco, New York, AS.