Kekhawatiran Pasokan Menurun, Membuat Harga Minyak Naik



( 2018-08-03 02:12:45 )

Harga minyak mentah dunia menguat, dengan patokan minyak AS naik hampir 2 persen setelah para pedagang melihat adanya laporan industri yang menunjukkan stok minyak mentah domestik akan segera turun, usai ada kejutan kenaikan pada minggu terakhir bulan Juli.

Melansir laman Reuters, pada hari Jumat (03.08.2018), minyak mentah berjangka Brent ditutup naik USD 1,06, atau 1,5 persen menjadi USD 73,45 per barel. Harga minyak mentah AS naik USD 1,30, atau 1,9 persen, menjadi USD 68,96 per barel.

Pedagang mengatakan harga minyak mulai melaju saat perusahaan penyedia informasi industri Genscape melaporkan bahwa persediaan minyak mentah di Cushing, Oklahoma, hub pengiriman untuk minyak mentah AS, turun 1,1 juta barel sejak Jumat, 27 Juli.

Pada hari Rabu, harga minyak sempat merosot ketika pemerintah AS melaporkan bahwa pada hari minggu sebelumnya, total persediaan AS naik 3,8 juta barel, sementara persediaan di Cushing turun 1,3 juta barel.

"Ada harapan bahwa kenaikan harga pada minggu ini akan hilang minggu depan," kata Phil Flynn, Analis Price Futures Group di Chicago. Dia juga mencatat angka produksi bulanan AS jatuh pada bulan Mei.

Sebelum laporan Genscape memicu reli, harga minyak sempat jatuh lebih awal karena kekhawatiran tentang kelebihan pasokan.

Arab Saudi, Rusia, Kuwait dan Uni Emirat Arab telah meningkatkan produksinya untuk membantu mengompensasi kekurangan yang diantisipasi dalam pasokan minyak mentah Iran setelah sanksi AS diberlakukan.

Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan mitra-mitranya termasuk Rusia telah memangkas produksi untuk menyeimbangkan pasokan dan permintaan.

"Saat ini, ada ketidaksesuaian dalam penentuan waktu, di mana ada peningkatan pasokan OPEC dan kami tidak melihat penurunan signifikan dalam pasokan Iran," kata kata ahli strategi komoditas ING, Warren Patterson.

Para pejabat AS mengatakan kepada Reuters pada Rabu, bahwa mereka percaya Iran sedang mempersiapkan diri dengan melakukan latihan besar di Teluk, tampaknya pergerakan karena ketegangan yang meningkat.

Keputusan Presiden AS Donald Trump untuk menarik diri dari kesepakatan nuklir internasional dan menerapkan kembali sanksi terhadap Iran telah membuat marah Teheran.

"Ada banyak poin eskalasi yang bisa terjadi dengan sangat cepat dan itu membuat saya khawatir," ujar Jonathan Barratt, Kepala Investasi Ayers Alliance di Sydney,

Kekhawatiran tentang kemungkinan hilangnya pasokan Iran sedang diimbangi kekhawatiran bahwa ketegangan perdagangan global dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi dan menghambat permintaan energi.

Trump telah memberikan tekanan pada China untuk konsesi perdagangan dengan mengusulkan tarif 25 persen lebih tinggi pada impor Cina senilai USD 200 miliar. Cina mengatakan akan membalasnya.

“Hampir dapat dipastikan bahwa China akan mengenakan bea tambahan pada minyak dan produk olahan yang diimpor dari AS jika administrasi Trump menerapkan tarif tambahan pada tahap berikutnya barang-barang Cina. Ini bisa sangat menghambat daya saing minyak dan turunan AS di pasar Cina,” kata Abhishek Kumar, Analis Energi senior di Interfax Energy.