Bursa Asia Melemah Dibayangi Kebijakan Pajak AS



( 2017-11-13 08:17:31 )

Bursa Asia melemah pada pembukaan perdagangan di awal pekan. Ini seiring sikap kehati-hatian investor yang masih melihat kemungkinan Senat dari Partai Republik Amerika Serikat (AS), dapat memberlakukan kesepakatan reformasi pajak secepatnya.
Sementara itu, nilai tukar pound sterling jatuh terpicu keraguan yang berkembang mengenai kepemimpinan Perdana Menteri Theresa May. Indeks MSCI's saham Asia-Pasifik di luar Jepang turun 0,15 persen. Sementara indeks Nikkei Tokyo melemah 0,7 persen.
Pada penutupan Jumat pekan lalu, indeks S&P 500 pada Wall Street membukukan kenaikan beruntun dalam delapan minggu. Ini terdorong investor yang mengambil keuntungan setelah Senat dari Partai Republik meluncurkan rencana pajak baru yang berbeda dari versi Dewan Perwakilan Rakyat.
Senator dari Partai Republik mengatakan bahwa mereka ingin memangkas tarif pajak perusahaan pada 2019, lebih lambat dari jadwal yang diusulkan pada 2018. Keputusan ini memperumit langkah perombakan terbesar undang-undang perpajakan AS sejak tahun 1980-an.
Di pasar mata uang, dolar juga mendapat tekanan dari ketidakpastian mengenai nasib rencana pemotongan pajak di AS. Mata uang Euro diperdagangkan pada posisi US$ 1,1647, turun sedikit mengalami kenaikan mingguan pertama dalam empat minggu pada pekan lalu.
Terhadap yen, Dolar di posisi 113,58, melebihi bawah level tertinggi Yen dalam tujuh bulan pada posisi 114.735 yen yang sempat disentuh sepekan lalu. Pound Inggris berada di bawah tekanan baru, tergelincir 0,5 persen menjadi US$ 1,3120, setelah Times of London melaporkan bahwa 40 anggota parlemen Tory bersepakat menandatangani surat tidak percaya pada May.
Adapun harga minyak menguat di awal perdagangan, didukung kekhawatiran tentang ketidakstabilan politik di Arab Saudi. Harga minyak berjangka Brent diperdagangkan pada posisi US$ 63,63 per barel, naik 0,2 persen dan tidak jauh dari puncaknya dalam dua tahun sebesar US$ 64,65 yang ditetapkan minggu lalu. Sementara harga minyak mentah AS menguat 0,25 persen menjadi US$ 56,88 per barel.