Pengusaha Mulai Khawatirkan Jurus Kejar Setoran Ditjen Pajak



( 2017-10-25 04:25:59 )

Berbagai kalangan pengusaha sudah mulai terlihat berang dengan sepak terjang Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak yang semakin gencar mengeluarkan bukti permulaan atau bukper terhadap wajib pajak (WP). Mengumbar bukper itu dianggap berkaitan dengan usaha mengefektifkan penerimaan pajak tahun ini.

Pasalnya, dengan bukper ini, Ditjen Pajak memiliki potensi untuk memperoleh pembayaran denda sebesar 150 persen dari wajib pajak yang dalam proses bukpernya menanggapi perihal adanya ketidakbenaran dalam penyampaian laporan perpajakannya.

Informasi yang dikumpulkan oleh Bisnis, sampai dengan Senin (23/10/2017), sudah ada ratusan perusahaan asing yang diperiksa dan sebagian dinaikkan statusnya ke tingkat bukti permulaan. Padahal, dari jumlah perusahaan tersebut, ada beberapa yang telah mengikuti pengampunan pajak atau tax amnesty. Terkait berita tersebut, Wakil Ketua Komite Tetap Bidang Perpajakan Kamar Dagang dan Industri Herman Juwono tak menampik kabar tersebut. Menurutnya, banyak di kalangan pengusaha mulai mengeluhkan langkah Ditjen Pajak yang melakukan law enforcement.

Bahkan, langkah penegakan hukum yang dilakukan Ditjen Pajak makin menjadi, terutama karena otoritas pajak sedang mengejar target penerimaan pajak yang hingga September lalu masih 60 persen atau Rp 770,7 triliun dari target APBN P 2017 senilai Rp 1.283,6 triliun.

Padahal, menurutnya, sebagian pengusaha tersebut telah mengikuti tax amnesty, artinya jika merujuk pernyataan Ditjen Pajak terutama ketika penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) No.36/2017 tentang Harta Bersih yang Dianggap Sebagai Penghasilan, seharusnya mereka lebih fokus melakukan pemeriksaan terhadap WP atau pengusaha yang tidak mengikuti tax amnesty. "Sudah ada beberapa yang sudah di Bukper, ada juga yang dipanggil," tegas Herman kepada Bisnis, Selasa (24/10/2017).

Kasus transfer dana senilai US$1,4 miliar dari Guernsey ke Singapura milik 81 wajib pajak asal Indonesia misalnya seharusnya menjadi fokus pemerintah. Karena, dari 81 orang, hanya sebagian yang mengikuti tax amnesty. Artinya sisanya bisa menjadi sasaran implementasi PP No.36/2017. Dia khawatir langkah Ditjen Pajak yang makin agresif dalam mengejar penerimaan tahun ini akan menganggu kepercayaan dunia usaha. Para pengusaha paham, otoritas pajak saat ini memang dalam kondisi dilematis, karena dalam waktu yang relatif singkat harus mengejar ketertinggalan penerimaan pajak. "Bukper sekarang ini terlalu kuat, ada juga yang langsung menerbitkan ketetapan pajak," tambahnya.

Adapun penerimaan tahun ini merupakan pertaruhan besar bagi Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi karena segera akan memasuki masa pensiun. Untuk mengejar target penerimaan, Ken kerap datang menyambangi jajarannya di berbagai daerah.

Namun demikian, Ken membantah apabila para wajib pajak yang telah mengikuti pemgampunan pajak menjadi sasaran pemeriksaan Ditjen Pajak. Dia mengatakan, kalaupun ada, yang dikeluarkan bukpernya adalah tahun pajak 2016. "Kalau yang 2016 kan boleh, yang tidak boleh kan tahun 2015," terang Ken di Bogor.