Pengaruh Kebijakan FFR, Bank BUMN Akan Cairkan Dana dari China



( 2017-10-10 05:10:08 )

Perbankan meminta perubahan ketentuan loan to funding ratio (LFR) menjadi financing to funding ratio (FFR) akan mempertimbangkan perhitungan dana pihak eksternal untuk memudahkan pengelolaan likuiditas.

Bank yang berpelat merah pun siap mencairkan dana dari lembaga keuangan China apabila penghimpunan dana dari pihak ketiga dimasukan komponen FFR. Dalam kebijakan baru yang tengah dikaji tersebut, Bank Indonesia ingin merelaksasi komponen financing dengan memasukkan pembelian obligasi korporasi nonbank oleh perbankan dalam loan.

Iman Nugroho Soeko selaku Direktur Keuangan dan Treasuri PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. mengutarakan pihaknya siap mengikuti aturan FFR yang akan diberlakukan BI sebagai pemegang wewenang di area makroprudensial. “BTN selaku lembaga yang dikenai aturan tentu akan mematuhinya dengan baik. Adapun, dampak bagi likuiditas BTN masih tidak signifikan, dalam arti LCR (liquidity coverage ratio) akan tetap terkendali,” ucapnya kepada Bisnis, pada Senin (09/10/2017).

Akan tetapi, dia membenarkan, dengan kondisi LFR BTN yang sudah melampaui ketentuan yakni di level 104 persen, aturan baru tersebut diprediksi akan semakin mengerek FFR perseroan. Oleh karena itu, emiten berkode saham BBTN tersebut akan berupaya menjaga rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio /CAR) di level yang aman. "Seperti saat ini, kami akan jaga CAR di atas 14 persen sesuai ketentuan BI untuk bank yang LFR-nya di atas 92 persen. Jika diperlukan untuk menurunkan FFR nanti kami akan unload [jual] obligasi korporasi yang kami miliki," jelasnya.

Lebih lanjut, Iman menyatgakan, sampai akhir September kondisi likuiditas BBTN masih terjaga. Hal ini tampak dari indikator LCR yang ada di level sekitar 150 persen, di atas ketentuan minimal 100 persen. Dalam waktu yang berbeda, Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Suprajarto juga menyatakan hal senada.

Menurutnya relaksasi komponen financing dalam perhitungan FFR tidak akan menyebabkan masalah likuiditas jika komponen pendanaan dari luar negeri (offshore) juga dimasukkan dalam perhitungan. "Memang harapan kami masih menunggu kalau OJK nanti boleh memperhitungkan offshore sebagai perhitungan LFR, akan lebih enak karena nanti [pinjaman dari] CDB [China Development Bank] dan lain-lain bisa diperhitungkan sehingga likuiditas bisa tetap stabil," katanya.

Achmad Baiquni selaku Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (Persero) juga mengungkapkan sumber pendanaan di luar dana pihak ketiga juga akan dapat diandalkan untuk menjaga likuiditas tetap longgar. "Apalagi sekarang tawaran dari bank-bank di luar cukup banyak, terlebih sejak kami mengambil dana dari CDB akhirnya banyak sekali bank-bank asing yang menawarkan pinjaman dengan jangka waktu yang panjang dan rate kompetitif serta tanpa jaminan," terangnya.

Sebelumnya, simulasi riset yang dilakukan Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. menunjukkan adanya potensi pengetatan likuiditas beberapa bank akibat perubahan perhitungan komponen financing dalam FFR. Simulasi tersebut dilakukan lima bank kategori bank umum kegiatan usaha (BUKU) IV yakni, Bank Mandiri, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., PT Bank Central Asia Tbk., PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk., dan PT Bank CIMB Niaga Tbk.

Dari lima bank tersebut, tiga bank mengalami kenaikan FFR melewati batas batas rentang LFR yang berlaku yakni 80-92 persen. Ketiganya yakni CIMB Niaga Bank Mandiri, dan Bank Negara Indonesia (BNI) dengan FFR hasil simulasi masing-masing 103 persen, 96 persen, dan 96 persen. “Dalam perhitungan simulasi FFR kami itu tetap memasukkan obligasi korporasi dari sektor finansial dan memasukkan semua jenis peringkat surat utang. Komposisi kepemilikan obligasi korporasi oleh bank itu kebanyakan surat utang milik bank atau perusahaan finansial lainnya. Jadi, memang belum mencerminkan kondisinya nanti,” ucap Anton Gunawan selaku Kepala Ekonom Bank Mandiri pada minggu lalu.