Kekerasan terhadap Rohingya Bisa Kacaukan Kawasan



( 2017-09-06 08:55:29 )

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres mendesak pihak berwenang Myanmar untuk mengakhiri kekerasan terhadap etnis Muslim Rohingya di negara bagian Rakhine. Menurutnya, kawasan setempat bisa kacau akibat krisis di Rakhine.
Guterres, mengatakan bahwa dia telah menulis surat kepada Dewan Keamanan PBB. Isinya ungkapan keprihatinannya atas krisis di negara bagian Rakhine, Myanmar. Dia juga mengusulkan langkah-langkah untuk mengakhiri kekerasan tersebut. Ketika ditanya tentang pembersihan etnis Rohingya oleh militer Myanmar, Guterres menjawab; ”Kami menghadapi risiko, saya harap kita tidak sampai ke sana.”
Kekerasan terbaru di Rakhine dimulai pada 25 Agustus 2017, ketika kelompok gerilyawan Arakan Rohingya Salvation Army atau ARSA menyerang puluhan pos polisi dan sebuah pangkalan militer yang menewaskan belasan polisi. Militer pun meluncurkan “operasi pembersihan” secara brutal di Rakhine.
Data resmi yang diakui militer dan pemerintah Myanmar menyatakan, ada 399 orang yang tewas dalam sejak kekerasan terbaru pecah. Mereka adalah 370 gerilyawan Rohingya, 13 aparat keamanan, dua pejabat pemerintah dan 14 warga sipil.
Namun, para aktivis Rakhine menyebut korban tewas mencapai sekitar 1.000 orang, yang sebagian besar warga sipil Rohingya. Kekerasan itu juga membuat ratusan ribu warga Rohingya melarikan diri ke Bangladesh. Indonesia menjadi negara pertama yang bergerak cepat membantu untuk mengakhiri kekerasan di Rakhine. Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansari Marsudi telah menemui pemimpin de factor Myanmar Aung San Suu Kyi dan panglima militer Jenderal Min Aung Hlaing untuk mendesak diakhirinya kekerasan di Rakhine.
Langkah diplomasi Menlu Retno ini telah menjadi sorotan media-media internasional, karena bertindak nyata bukan sekadar diplomasi “megaphone”. Tak hanya mendesak penghentian kekerasan, Indonesia juga menyalurkan bantuan dan mendirikan rumah sakit di Rakhine.