Peretas Rusia Serang Qatar Picu Krisis Diplomatik?



( 2017-06-07 02:28:15 )

Pihak penyelidik Amerika Serikat meyakini bahwa peretas Rusia telah menyerang kantor berita negara Qatar dan mempublikasikan berita palsu yang memicu krisis di antara negara Teluk, aliansi Amerika Serikat. Keterangan ini diungkapkan secara singkat oleh seorang pejabat AS yang tak disebutkan identitasnya, seperti dilansir laman CNN.
Saat ini, Biro Penyelidik Federal (FBI), baru saja mengirim tim ke Doha untuk membantu pemerintah Qatar mengungkap insiden peratasan tersebut. Temuan intelijen yang didapat badan keamanan AS mengindikasikan, peretas Rusia berada di belakang gangguan, yang pertama kali dilaporkan Pemerintah Qatar dua pekan lalu, kata pejabat AS tersebut.
Selama ini, Qatar menjadi tempat dari salah satu pangkalan militer terbesar AS di wilayah tersebut. Tuduhan keterlibatan hacker Rusia meningkatkan kekhawatiran badan intelijen dan penegakan hukum AS bahwa Rusia terus mencoba upaya peretasan terhadap sekutu AS, seperti yang diyakini terjadi kala pemilihan presiden AS 2016 lalu.
Pejabat AS tersebut mengatakan, tujuan Rusia tampaknya adalah untuk menyebabkan perpecahan di antara AS dan sekutu-sekutunya. Dalam beberapa bulan terakhir muncul dugaan aktivitas siber Rusia, termasuk penggunaan berita palsu, muncul di tengah pemilihan umum di Perancis, Jerman, dan negara-negara lain. Belum jelas apakah AS telah melacak para hacker dalam insiden Qatar kepada organisasi kriminal Rusia atau dinas keamanan Rusia yang dipersalahkan atas peretasan pemilihan AS.
Seorang pejabat lain mencatat, berdasarkan data intelijen masa lalu menyebutkan tidak banyak hal semacam itu bisa terjadi di negara tersebut, tanpa restu pemerintah. Sementara, pihak FBI dan Pusat Intelijen AS (CIA) menolak berkomentar tentang kabar ini.
Seorang Jurubicara Kedutaan Qatar di Washington mengatakan, penyelidikan sedang berlangsung dan hasilnya akan segera dirilis untuk publik. Pemerintah Qatar telah membantah munculnya sebuah berita pada 23 Mei di kantor berita QNA yang menyebutkan penguasa negara itu bersahabat dengan Iran dan Israel, serta mempertanyakan kelangsungan kekuasaan Presiden Donald Trump.
QNA juga menerbitkan berita yang menyebut Doha menarik duta besar dari Arab Saudi, Bahrain, Mesir, dan Uni Emirat Arab setelah menemukan adanya konspirasi melawan Qatar. Meski dibantah, laporan tersebut terlanjur memicu ketegangan politik di Teluk. Menteri Luar Negeri Qatar Sheikh Mohammed Bin Abdulrahman al-Thani mengatakan kepada CNN , FBI telah mengkonfirmasi peretasan dan penanaman berita palsu tersebut.
"Apa pun yang telah dilontarkan sebagai tuduhan semua didasarkan pada informasi yang keliru dan kami berpikir bahwa keseluruhan krisis didasarkan pada kesalahan informasi. Karena itu dimulai berdasarkan berita palsu, terjepit, dan dimasukkan ke dalam kantor berita nasional, kita yang telah diretas dan dibuktikan oleh FBI." jelas Menlu Qatar.
Namun, keterangan pejabat AS ini terdengar berbeda dengan sikap Presiden Trump. Trump mengaku mendukung langkah Arab Saudi dan sekutunya memutus hubungan diplomatik dengan Qatar.
"Sangat senang mengetahui kunjungan ke Arab Saudi menemui Raja dan 50 negara lain membuahkan hasil. Mereka berjanji akan mengambil langkah keras terhadap pendanaan ekstremisme dan semua menunjuk Qatar. Mungkin ini akan menjadi awal untuk berakhirnya terorisme,"kata Trump lewat akun Twitter-nya.