Perppu Akses Informasi Keuangan Perpajakan Dinilai Tumpang Tidih



( 2017-05-24 02:34:19 )

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor: 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan dinilai tumpang tindih dengan aturan lainnya. Seperti diketahui Perppu tersebut memberikan akses luas bagi Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) untuk menerima dan memperoleh informasi keuangan bagi kepentingan perpajakan.

Anggota Komisi IX DPR RI dan Anggota Fraksi Gerindra DPR yang bernama Heri Gunawan dalam keterangan resminya di Jakarta mengatakan, hal yang perlu jadi sorotan adalah Direktur Jenderal Pajak untuk mendapatkan akses informasi keuangan dari lembaga jasa keuangan yang melaksanakan kegiatan di sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dan lembaga jasa keuangan lainnya.

"Kewenangan itu mengungkap prinsip kerahasiaan bank sebagaimana Pasal 40 ayat 1 UU Tahun 1998 tentang Perbankan yang menyebutkan, setiap nasabah harus dilindungi kerahasiaan datanya oleh bank. Ini kan jadi masalah. Peraturan perundang-undangan menjadi kacau dan tumpang tindih," terang Heri.

Dia menambahkan selain prinsip kerahasiaan bank sebagaimana dalam Pasal 40 Ayat UU Perbankan, Perppu tersebut berpotensi mengungkapkan sejumlah undang-undang, di antaranya yakni UU Nomor 16 / 2009 tentang KUP sebagaimana yang dijelaskan pada Pasal 34 Ayat (1) bahwa "setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan."

Kemudian pada Penjelasan Pasal 34 Ayat (1) berbunyi: "setiap pejabat baik petugas pajak maupun mereka yang melakukan tugas di bidang perpajakan, dilarang mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak yang menyangkut masalah perpajakan, antara lain: a) Surat Pemberitahuan, laporan keuangan, dan lain-lain yang dilaporkan oleh Wajib Pajak; b) data yang diperoleh dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan; c) dokumen dan atau data yang diperoleh dari pihak ketiga yang bersifat rahasia; d) dokumen dan atau rahasia Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkenaan.

Kedua, UU No. 21/2008 tentang Perbankan Syariah sebagaimana yang dijelaskan pada Pasal 41 bahwa "Bank dan Pihak Terafiliasi wajib merahasiakan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan Simpanannya serta Nasabah Investor dan Investasinya."

Ketiga, UU No 8/1995 tentang Pasar Modal sebagaimana Pasal 96 berbunyi bahwa "Orang dalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 dilarang: a) mempengaruhi Pihak lain untuk melakukan pembelian atau penjualan atas Efek dimaksud; atau b) memberi informasi orang dalam kepada Pihak mana pun yang patut diduganya dapat menggunakan informasi dimaksud."

"Dari sini, bisa dilihat akan ada dilema yang besar bagi aparatur perbankan, pajak, dan pasar modal dalam menjalankan kebijakan pertukaran informasi tersebut. Ini akan menimbulkan ketidakpastian yang berefek pada keragu-raguan eksekusi yang disebabkan oleh tumpang-tindihnya peraturan perundang-undangan," paparnya.