Mengukur Kesigapan Bisnis Di Industri Tingkatan Teratas



( 2017-04-03 03:58:55 )

Besaran modal inti merupakan indikator dalam melaksanakan suatu bisnis dalam industri perbankan. Melihat data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bank umum kegiatan dalam usaha atau BUKU IV yang mempunyai modal inti paling minim Rp 30 triliun sangat mendominasi industri perbankan di Indonesia.

Misalnya dari segi penyaluran kredit kepada pihak ketiga sampai bulan Desember 2016, kelompok bank tingkatan tertinggi ini berperan sebesar 45,79 persen atau sebanding dengan Rp 2.004 triliun dari total keseluruhan pernyaluran kredit bank umum senilai Rp 4.377 triliun. Demikian juga dengan penghimpunan dana pihak ketiga atau DPK yang memiliki alokasi 48,67 persen atau senilai dengan Rp 2.354 triliun dari total DPK bank umum yang tercatat senilai Rp 4.836 triliun.

Seiring dengan dominasi dalam penyaluran kredit dan penghimpunan DPK pada industri perbankan di Indonesia, BUKU IV juga menuliskan perolehan laba bersih paling besar, ialah RP 69,48 triliun atau 63,95 persen dari total laba bersih semua bank umum di Indonesia yang seniali Rp 108,64 triliun. Bank-bank BUKU IV mampu mendominasi pasar karena didukung oleh kesigapan dalam bergerak. Semakin besar modal, semakin banyak pula peluang bisnis yang bisa diambil.

Peraturan OJK Nomor 6/POJK.03/2016 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank menyebutkan, kelompok bank BUKU IV bisa menjalankan segala kegiatan usaha yang dilakukan bank BUKU I, II, dan IIIdengan tambahan keleluasaan ekspansi ke negara sampai di luar Asia. Dibantu oleh permodalan kuat, bank besar dianggap sudah prudent untuk melakukan kegiatan bank dengan cakupan lebih luas, bahkan diizinkan memperluas ekspansi bisnis hingga ke wilayah internasional.

Cukup Kuat
Hariyadi B. Sukamdani selaku Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo menilai dengan kapasitas permodalan yang telah melebihi Rp 30 triliun, bank-bank BUKU IV di Indonesia sudah cukup kuat untuk bersaing pada tataran regional. Terutama, peluang BUKU 4 kini terbuka lebar dengan adanya ASEAN Banking Integration Framework (ABIF) yang merupakan bagian dari Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan berlaku pada 2020.

Hariyadi mengkritik sudah saatnya bank-bank besar yang memiliki kualifikasi untuk berlaga di luar negeri mulai lebih agresif mengepakkan sayap bisnis lebih lebar. “Memang potensi domestik masih besar tetapi tetap harus ekspansi. Harus masuk ke pasar ASEAN sedini mungkin,” ucapnya pada beberapa waktu lalu.

Kepala Eksekutif Pengawasan Perbankan OJK Nelson Tampubolon mengatakan, bank-bank papan atas Indonesia, terutama yang bertengger pada kelas BUKU IV, sangat mampu bersaing dengan bank lain di kawasan Asia Tenggara. Salah satu bentuk kepercayaan regulator terhadap kemampuan bank-bank besar di Indonesia adalah pemberian akses untuk menembus pasar ASEAN hanya kepada bank yang telah menembus kualifikasi sebagai bank BUKU IV.

Dengan permodalan yang kuat, bank tingkatan tertinggi ini dinilai lebih sehat dan kompetitif untuk menghadapi persaingan dengan bank-bank raksasa lain di regional ASEAN. Mereka juga diyakini mampu menangani risiko yang muncul terkaitdengan ekspansi bisnis ke luar negeri. Ekspansi ke kawasan regional, selain bermanfaat untuk mengembangkan bisnis di masing-masing bank, juga membawa misi kepentingan nasional yakni menjadi pendorong perdagangan dan investasi di ASEAN.

Pasar Domestik
Dalam pasar domestik, lahan garapan bank-bank bermodal besar juga terbuka lebar. Bukan hanya dari sisi pengembangan bisnis, namun juga kontribusi bank untuk mendukung target-target pemabngunan nasional.

Sebagai lembaga intermediasi, BUKU IV yang memiliki dukungan modal kuat, lebih berpeluang untuk berperan lebih banyak dalam menyalurkan kredit produktif ke sektor-sektor unggulan yang menjadi prioritas, seperti infrastruktur, manufaktur, dan pertanian. Selain didukung permodalan kuat, bank besar ini pada umumnya memiliki likuiditas mencukupi untuk menyalurkan kredit ke sektor produktif yang membutuhkan pendanaan dalam jumlah besar dan jangka waktu relatif panjang.

Ketika menyalurkan kredit ke sektor produktif, berarti bank benar-benar menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi. Dana yang dihimpun dari masyarakat disalurkan sebagaimana mestinya untuk mendukung perekonomian nasional, bukan hanya berkutat pada kredit konsumtif. Di sisi lain, BUKU IV memiliki keleluasaan dan diperbolehkan untuk merekrut agen-agen perbankan, baik berupa lembaga maupun individu, dalam rangka Layanan Keuangan Digital (LKD). Hal ini bertujuan untuk mendukung dan menyukseskan program inklusi keuangan yang dicanangkan pemerintah.

Agen LKD ini adalah perpanjangan tangan bank guna meraih basis nasabah yang lebih luas. Sejauh ini, Bank Indonesia mencatat terdapat sekitar 150.000 agen yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Kepala Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Eni V. Panggabean mengatakan, sebagian besar aktivitas yang dilakukan oleh agen-agen perbankan LKD adalah penghimpunan dana dan pembayaran.