Kuasa Hukum Berharap BTN Dapat Bertanggung Jawab Atas Manipulasi Bilyet Deposito



( 2017-03-31 03:44:00 )

Amir Uskara yang menjadi anggota komisi XI DPR RI mempersoalkan mengenai bentuk pertanggungjawaban kepada direksi PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk kepada nasabah yang tabungannya telah hilang akibat kasus penipuan oleh oknum karyawan yang merekomendasikan deposito palsu.

"Tolong diperjelas bentuk pertanggungjawaban bank apakah mengganti dana nasabah atau konkritnya seperti apa?”, tanya Amir dalam Rapat Dengar pendapat Komisi XI DPR RI dengan bank BUMN di Jakarta, pada Kamis (30/03/2017) kemarin seperti yang dikutip dari siaran pers.

Dia berharap agar direksi dapat bertanggungjawab serta mengungkapkan langkah-langkah preventif karena kejadian seperti ini menyangkut reputasi perbankan sebagai institusi yang memelihara kepercayaan dan memprioritaskan prinsip ketelitian.

Sementara itu Anggota Komisi XI M Michael Jeno dan Eva Kusuma Sundari mengatakan, BTN harus mengganti tabungan nasabah yang hilang. Alasannya, karena bisnis bank adalah bisnis kepercayaan. Dan ini juga dalam rangka perlindungan konsumen. “Bahwa alasan deposito tersebut tidak perlu diganti karena tidak masuk pembukuan BTN, ini adalah masalah internal BTN dgn oknum BTN. Silahkan diselesaikan. Tapi nasabah kan tahunya BTN sebagai institusi, jadi tetap harus diganti sedangkan Bunga pergantian depositonya sesuai ketentuan OJK," tutur Jeno.

Sebelumnya PT Bank Tabungan Negara (BTN) selaku bank nasional dinilai telah mencederai kepercayaan masyarakat atau nasabah yang menyimpan dananya di Bank BTN. Hal ini terkait pembobolan dana nasabah milik PT Surya Artha Nusantara Finance (PT SANF) berupa rekening giro senilai Rp 110 miliar di Bank Tabungan Negara Cabang Cikeas yang sudah tidak ada di rekening, sehingga PT SANF tidak bisa melakukan penarikan dana tesebut.

Kuasa Hukum PT SANF, TM Mangunsong menerangkan bahwa pada tanggal 29 September, 9 November dan 10 November 2016, kliennya PT SANF telah membuka rekening giro plus No 554-01-30-000033-3 di BTN cabang Cikeas yang dilakukan secara berturut-turut senilai Rp 200 miliar, Rp 8 miliar dan Rp 42 miliar, sehingga total dana rekening giri plus tersebut Rp 250 miliar. Akan tetapi, saat PT SANF akan melakukan penarikan dana yang tersisa sebesar Rp110 miliar tidak bisa dilakukan karena dana tersebut sudah tidak ada direkening giro plus PT SANF. "Klien kami melakukan konfirmasi, baik secara tertulis maupun langsung dengan pihak BTN, tetapi pihak BTN mengatakan bahwa dana milik klien kami masih dalam objek investigasi yang mana hal ini sangat membingungkan klien kami dikarenakan klien kami tidak pernah melakukan penarikan atas dana senilai Rp 110 miliar tersebut," kata Mangunsong dalam siaran resminya.

Oleh karena itu, kata Mangunsong, BTN dinilai telah mencederai prinsip kehati-hatian perbankan dan mencederai prinsip dari lembaga perbankan yang diamanatkan dan diatur dalam Pasal 37B ayat 1 UU No 10 tahun 1998 tentang perbankan yang berbunyi "setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan".

Untuk itu, para pimpinan BTN dalam hal ini dinilai gagal mempertanggung jawabkan tugas direksi dan juga dinilai tidak bertanggung jawab dalam menjamin dana nasabah yang disimpan di BTN. Ini sangat bertentangan dengan UU Perseroan Terbatas pasal 97 ayat 1 yang berbunyi direksi bertanggung jawab atas pengurusan perseroan sebagaimana dimaksud pada pasal 92 ayat 1. "Kami meminta agar direksi atau BTN bertanggung jawab dengan mengembalikan dana milik klien kami itu, sesuai dengan ketentuan perbankan dana klien kami yang berada di BTN yang saudara pimpin adalah dijamin dan dilindungi oleh UU yang harus dipertanggung jawabkan oleh pihak BTN. Sebab tidak alasan hukum apapun untuk tidak mengembalikan dana klien kami," jelas Mangunsong.

Sebelumnya, Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. menyatakan pihaknya menyerahkan kasus dugaan pemalsuan bilyet deposito kepada penegak hukum. Dia juga menegaskan siap mengikuti proses hukum yang berlaku, termasuk terkait ganti rugi. “Kasus itu sudah diserahkan kepada polisi dan kita tunggu saja bagaimana proses hukumnya. Kami taat azas, jadi masalah ganti rugi tergantung hukum secara inkrah,” katanya di Jakarta, pada Kamis (23/03).