Rakyat Terikat Dengan Utang, Tim Ekonomi Pemerintah Dianggap Tidak Mengerti Persoalan Rakyat



( 2017-03-16 04:53:30 )

Salamuddin Daeng mengomentari atas program pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi dalam bidang ekonomi yang malah melahirkan kesenjangan bukan untuk memajukan pemerataan.

Program dibidang ekonomi ini dalam kenyataannya malah mengakibatkan kesenjangan dalam pendapatan dan kekayaan makin tinggi karena bersumber dari kebijakan pemerintah yang salah. “Jika kebijakan pemerintah diubah orientasinya dari pertumbuhan kepada pemerataan tentu ketimpangan dapat dikurangi. Jika kebijakan pemerintah diorientasikan bagi rakyat kecil, UKM, petani dan buruh, maka ketimpangan akan dapat diatasi. Tapi hal itu tak terjadi di era Jokowi,” ucap pengamat ekonomi politik Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), pada Rabu (15/03/2017) kemarin.

Dia menganjurkan, perubahan kebijakan tersebut dapat dimulai dengan menyelesaikan masalah kesenjangan dalam penguasaan agraria yakni tanah. Oleh karena itu, pemerintah harus memperlihatkan itikad baiknya dalam melaksanakan pembalikan struktur penguasaan tanah. “Tanah harus diredistribusi kepada rakyat sebagai sumber produksi beserta seluruh sumber produksi lain yang diperlukan. Itikad baik ini belum terlihat dalam era pemerintahan Jokowi. Justru yang terjadi adalah sebaliknya. Tanah semakin dikonsentrasikan pada mega proyek skala besar yang mengorbankan rakyat,” komentar Daeng.

Disamping itu, pemerintah juga harus mengembalikan penguasaan sumber-sumber keuangan yang murah kepada rakyat. Kebijakan ini sama sekali tidak dipahami oleh pemerintahan Jokowi beserta tim ekonominya, yakni Menko Perekonomian Darmin Nasution dan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang malah sangat agresif meniadakan subsidi dan menaikkan suku bunga kredit. “Kebijakan ini yang mengurangi akses masyarakat terhadap sumber keuangan dari APBN dan lembaga keuangan lainnya, serta membelit rakyat dengan utang,” ucapnya.

Kebijakan penting lainnya, tambah Daeng, dalam memecahkan kesenjangan pendapatan dan kekayaan adalah dengan meningkatkan upah buruh dan pendapatan petani. Ini yang sama sekali tidak dilakukan secara baik oleh pemerintahan Jokowi. Padahal, katanya, upah merupakan cara paling efektif agar pendapatan nasional yang sekarang sebanyak 41 persen hanya dinikmati 1 persen orang, bisa dibalik menjadi pendapatan nasional yang lebih merata. “Pemerintah juga harus membagi pendapatan nasional itu kepada petani, dengan cara apa? Biaya produksi petani harus ditekan dan harga panen petani harus menguntungkan dengan tingkat kenaikan 2-3 kali lipat dari saat ini. Sebetulnya gampang solusinya itu,” katanya mengakhiri.