Diperkirakan Rupiah Akan Tetap Stabil Sampai The Fed Menaikkan Suku Bunga



( 2017-02-27 02:57:22 )

Nilai tukar rupiah yang dalam kisaran Rp 13.300-Rp 13.400 per Dollar AS hingga saat ini masih di katakan stabil sampai berlangsungnya kenaikan suku bunga The Fed, demikian yang diproyeksikan oleh ahli ekonomi Maybank Indonesia Juniman.

Kemungkinan The Fed menaikkan suku bunganya ada pada bulan Maret, Juni , dan juga di bulan September. "Diperkirakan di Maret, rupiah akan bergerak ke level Rp 13.400 per dollar AS dan Juni ke level Rp 13.550 per dollar AS," kata Juniman.

Secara perlahan, rupiah akan kembali ke Rp 13.400 per Dollar AS di bulan September 2017 dan Rp 13.300 per Dollar AS di akhir tahun. "Pada akhirnya dollar relatif stabil selama tahun ini," kata Juniman lagi.

Sementara itu, Kepala Ekonom SKHA Institute for Global Competitiveness Eric Sugandi mengatakan, pembayaran deviden dalam valuta asing oleh penanaman modal asing (PMA) dan investor portofolio asing juga harus diwaspadai. Karena, pembayaran deviden dalam valuta asing membutuhkan konversi dari rupiah ke valas. "Sehingga, bisa menekan rupiah pada periode, biasanya di bulan Mei dan Juni," kata Eric Sugandi.

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mencatat masuknya arus modal asing (capital inflow) sebesar Rp 25 triliun dari awal Januari 2017 sampai akhir pekan lalu. Jumlah tersebut sedikit meningkat jika dibandingkan dengan inflow dari awal tahun 2016 hingga 10 Februari 2017 sebesar Rp 24,4 triliun. Kendati mini, menurut BI, adanya capital inflow telah membuat nilai tukar rupiah selama Februari 2016 cenderung stabil.

Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), nilai tukar rupiah pada 1 Februari 2017 bergerak di level Rp 13.300 per dollar AS. Sementara periode yang sama pada tahun lalu, rupiah bergerak di level Rp 13.800 per dollar AS.

Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung mengatakan, selain capital inflow, ada perpaduan beberapa hal yang membuat nilai tukar rupiah tetap stabil, ialah yang pertama, fundamental ekonomi Indonesia yang positif dan sentimen positif atas ekspor yang membaik. Kedua, kebijakan di Amerika Serikat (AS) masih terus dicerna pasar. "Tentu saja sejumlah risiko masih perlu terus diwaspadai termasuk pemilu di Eropa dan juga kondisi di Yunani," terang Juda, pada Jumat (24/02/2017).

Menteri Keuangan Sri Muyani Indrawati juga mengungkapkan adanya ketidakpastian keuangan global dikarenakan rencana kenaikan suku bunga The Fed dan juga situasi di Eropa. Selain krisis utang Yunani, ekonomi Eropa juga goyah bersamaan dengan membengkaknya utang Italia.

Skala utang Yunani mendekati 200 persen dari produk domestik bruto (PDB). Defisit anggaran Yunani juga mencapai 4,2 persen dari PDB. "Kita sudah lihat Brexit, dulu pernah disebutkan Grexit (Greek Exit), tidak mungkin Yunani tetap di Uni Eropa dengan defisit lebih dari 3 persen," kata Menkeu Sri.

Menurut Menkeu Sri Mulyani, isu Eropa ini akan menjadi topik pembicaraan di tingkat global dalam dua sampai tiga bulan ke depan. Situasi menjadi lebih rumit karena Jerman, Prancis, dan Belanda yang selama ini menjadi juru selamat Yunani tengah menghadapi masa pemilihan umum. "Akan jadi ketidakpastian hingga Juni-Juli mendatang," tambahnya.