Shortfall Tetap Hantui PPh Nonmigas



( 2017-02-21 07:44:29 )

Bank Dunia (World Bank) memproyeksi penerimaan pajak nonmigas pada tahun ini akan kembali mencatatkan shortfall atau selisih kurang antara realisasi dan target yang ditetapkan pemerintah dengan jumlah sekitar Rp67 triliun.

Dalam laporan Indonesia Economic Quarter (IEQ) bertajuk Mempertahankan Momentum Reformasi, Bank Dunia mengestimasi realisasi penerimaan pajak yang menjadi tanggung jawab Ditjen Pajak (DJP) pada 2017 hanya Rp1.205 triliun, atau sekitar 94,7% dari target Rp1.272 triliun.

Dengan demikian, shortfall diproyeksi men capai Rp67 triliun. Estimasi ini memang lebih rendah dari realisasi tahun lalu Rp250 tri liun, tapi angka ini masih cukup besar di bandingkan realisasi 2012 senilai Rp65 triliun.

Kredibilitas kebijakan fiskal telah me ning kat, walaupun risiko terhadap perkiraan untuk 2017 tetap ada. Penerimaan fi skal yang lemah tetap menjadi risiko merugikan yang signifikan , tulis Bank Dunia dalam laporan, di kutip pada Senin (20/2/2017).

Dengan outlook realisasi penerimaan pajak nonmigas senilai Rp67 triliun, laju produk domestik bruto (PDB) tahun ini di perkirakan mencapai 5,3%. Angka ini lebih optimistis dibandingkan dengan asumsi yang ada di dalam APBN 2017 sebesar 5,1%. Estimasi penerimaan pajak non migas tersebut sudah melihat per forma tahun lalu, terutama yang tidak memperhitungkan ke bijakan amnesti pajak.

Menilik data Kemenkeu, realisasi penerimaan pajak nonmigas selama 2016 mencapai Rp1.069 triliun. Angka ini hanya mengalami pertumbuhan 5,7% di bandingkan dengan performa tahun sebelumnya sekitar Rp1.011 triliun. Selain menjadi pertumbuhan terendah sejak 2009, capaian tersebut jelas lebih rendah dari pertumbuhan alamiahnya.

Secara total, masih dalam laporan IEQ, Bank Dunia mengestimasi penerimaan nega ra tahun ini mencapai Rp1.680 triliun, atau mencatatkan shortfall Rp70 triliun dari target Rp1.750 triliun. Oleh karena itu, perbaikan kualitas belanja menjadi poin krusial agar ada akselerasi ekonomi.

Pemungutan penerimaan yang lemah, di tambah dengan pembatasan defisit fiskal, secara signifikan menghambat peningkatan pengeluaran publik, setidaknya dalam jangka menengah, imbuhnya.

Bank Dunia memproyeksi penyerapan belanja negara mencapai Rp2.030 trilun atau sekitar 97,6%. Dengan asumsi penerimaan dan belanja tersebut, defisit anggaran diperkirakan melebar menjadi 2,6% dari pagu dalam APBN sebesar 2,4% terhadap PBD.