Kredit Valas Berpotensi Bangkit Pada 2017



( 2017-02-16 06:20:23 )

Penyaluran kredit valuta asing atau valas berpotensi tumbuh signifikan pada tahun 2017. Direktur Keuangan PT Bank Mandiri Tbk. (Persero) Pahala N. Mansury mengatakan, penyaluran kredit valas punya peluang untuk membaik pada tahun ini. Hal tersebut disebabkan harga komoditas yang terus membaik dapat membuat permintaan debitur untuk pinjaman valas meningkat.

Lalu, kesiapan kami dalam menyalurkan kredit valas bila ada kenaikan permintaan pun sudah cukup baik. Dari segi likuiditas valas, kami memiliki ekses atau kelebihan sekitar Rp1,6 triliun, ujarnya pada hari Selasa (14/2/2017).

Sepanjang 2016, pertumbuhan kredit valas perseroan naik tipis 0,06% menjadi Rp87,85 triliun atau senilai US$6,52 miliar jika dibandingkan dengan 2015. Adapun loan to deposit ratio (LDR) valas perseroan sampai akhir tahun lalu berada pada posisi 74,3%.

Sampai akhir tahun lalu sektor usaha terbesar yang mendapatkan kredit valas dari bank berkode emiten BMRI itu antara lain manufaktur senilai US$1,8 miliar, sektor minyak dan gas senilai US$1,08 miliar, dan sektor pertambangan senilai US$770 juta.

Di luar prospek ekonomi dan harga komoditas itu, kata Pahala, melalui penawaran produk lindung nilai atau hedging, termasuk produk anyar structured product call spread, membuat permintaan kredit valas bakal meningkat.

Untuk jenis hedging baru itu pun sudah ada permintaan dan transaksi. Jadi, sekarang lebih mudah bisa langsung di hedging dengan call spread di dalam negeri. Direktur Utama PT Bank OCBC NISP Tbk Parwati Surjaudaja sebelumnya mengatakan pertumbuhan kredit valas diyakini bakal lebih baik pada tahun ini.

Pada tahun lalu, penyaluran kredit valas perseroan pun relatif stabil. Harapannya 2017 lebih baik pertumbuhannya. Adapun hingga akhir 2016 kami perkirakan kredit valas kami akan tumbuh 5%--10%, tuturnya.

Bank dengan kode emiten NISP itu mencatatkan porsi penyaluran kredit valas sebesar 26% dari keseluruhan total kredit yang tercatat Rp93,63 triliun. Porsi itu turun dibandingkan dengan 2015 yang mencapai 27% dari total kredit Rp85,87 triliun.

Di sisi lain, Kepala Departemen Pengembangan Pendalaman Pasar Keuangan Bank Indonesia (BI) Nanang Hendarsyah menuturkan, saat ini ada lima bank yang sudah mendapatkan izin untuk menawarkan produk lindung nilai structured product call spread.

Ke depannya diharapkan terus bertambah. Sejauh ini dari segi transaksi pun sudah mulai ada, ujarnya. Dengan adanya produk hedging itu, biaya melakukan lindung nilai untuk kredit valas bisa lebih murah. Sebelumnya, dengan produk forward dan swap memakan biaya sekitar 6% sampai 7%.

Namun, dengan produk structured product jenis call spread biaya bisa turun menjadi 2% sampai 3%. Pertumbuhan kredit valas sempat menyusut 5,35% (ytd) pada Oktober 2016 menjadi Rp600,76 triliun. Namun, pada November, kredit valas mulai mencatatkan kenaikan sebesar 1,13% menjadi Rp641,87 triliun.

Sementara itu, perkembangan penyaluran kredit secara keseluruhan pada satu bulan pertama tahun ini dinilai tumbuh baik jika dibandingkan dengan Desember 2016.

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D. Hadad menuturkan, sesuai siklus, pertumbuhan kredit pada Desember biasanya naik drastis, sedangkan pada Januari akan menyusut. Namun, pada awal tahun ini agak berbeda lantaran pertumbuhan kredit terus menanjak.

Pertumbuhan kredit rupiah masih lebih besar dibandingkan dengan valas sepanjang Januari kemarin. Pada tahun ini, OJK menargetkan pertumbuhan kredit perbankan bisa menembus 9% sampai 12%, sedangkan sepanjang tahun lalu kredit perbankan hanya tumbuh 7,87%.

Muliaman menjelaskan, walaupun pencapaian secara keseluruhan jauh di bawah harapan, tetapi kalau dirinci berdasakan mata uang, pertumbuhan kredit rupiah masih cukup tinggi sebesar 9,15%. Adapun kredit valas hanya tumbuh 0,12%.

Dengan penyaluran kredit rupiah yang terhitung tinggi, cukup memberikan keyakinan untuk pertumbuhan pada tahun ini yang diperkirakan sekitar9% sampai12%, ujarnya.