Pengamat Hukum Semprit Presiden Terkait Gubernur Non-aktif Ahok



( 2017-02-10 08:20:24 )

Mahfud MD dengan mantap mengingatkan kepada Bapak Presiden Joko Widodo dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo terkait adanya pengingkaran konstitusi jika tidak menonaktifkan Gubernur DKI Jakarta non-aktif, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok setelah masa cuti berakhir pada 11 Februari esok. Pasalnya, Ahok telah berstatus terdakwa dalam kasus dugaan penistaan agama.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini pun menguraikan UU (Pemda) Pasal 83 ayat 1 yang mengatakan seorang kepala daerah yang menjadi terdakwa, bukan menjadi tertuntut (tersangka), harus diberhentikan sementara. “Tidak ada pasal lain lagi yang bisa menafikan itu. Tidak bisa mengatakan menunggu tuntutan. Loh, ini kan dakwaan kok. Iya kan? Dakwaannya sudah jelas,” ungkap Mahfud di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta pada Kamis (09/02/2017) kemarin.

Menurut Mahfud, langkah tepat yang dapat diambil Presiden dan Mendagri, ialah mengaktifkan sementara jabatan Ahok setelah masa cuti berakhir. Tetapi pada hari yang sama, Presiden melalui Mendagri harus kembali menonaktifkan Ahok, pada Minggu 12 Februari 2017 mendatang. Apabila hal itu terlambat diambil, maka Presiden dapat melanggar konstitusi. Sebab, memberikan jabatan kepala daerah kepada seorang terdakwa. “Tapi kalau tanggal 12 ini Pak Ahok tidak dicopot, Presiden harus mengeluarkan Perppu. Karena tak ada instrumen hukum lain yang bisa membenarkan Ahok itu menjadi gubernur kembali tanpa mencabut (Pasal 83) itu,” tandas Mahfud.

Presiden, kata dia, memiliki subjektifitas untuk mencabut pasal tersebut, namun tentu Presiden akan menanggung seluruh akibat politik yuridis jika terbitkan Perppu. Oleh karenanya, dia menganjurkan Presiden agar memikirkan secara matang bila hendak menerbitkan Perppu untuk mencabut pasal 83 dalam Undang-Undang Pemda.