Ramai Incar Kursi OJK



( 2017-02-09 04:25:45 )

KURSI pimpinan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diminati oleh banyak pihak. Panitia Seleksi (Pansel) Dewan Komisioner OJK telah menjaring 107 nama yang dinyatakan lolos seleksi tahap pertama, yakni seleksi adminstrasi. Total surat lamaran yang masuk sebanyak 834.

Bila dibandingkan dengan pelamar lima tahun lalu yang sebanyak 290, terjadi peningkatan yang luar biasa. Para pelamar yang lolos seleksi awal tersebut berasal dari berbagai kalangan, mulai dari muka lama, yakni para pejabat Dewan Komisioner OJK sekarang, pejabat Bank Indonesia (BI), kalangan bankir, para petinggi jasa keuangan, pimpinan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan akademisi hingga sejumlah politikus yang masih tercatat sebagai anggota DPR RI. Tahap selanjutnya, pansel menunggu masukan dari masyarakat atas rekam jejak calon yang lolos dan pembuatan makalah tentang OJK.

Siapa saja yang melamar untuk menduduki kursi pimpinan Dewan Komisioner OJK tersebut? Berdasarkan data terbaru dari pansel yang dipublikasi pada awal pekan ini, calon yang mendaftar berasal dari berbagai kalangan.

Para petinggi OJK yang masa tugasnya akan berakhir pada bulan Juli 2017 kembali mendaftarkan diri. Di antaranya Ketua Dewan Komisioner (DK) OJK Muliaman Hadad, Wakil Ketua DK OJK yang bernama Rahmat Waluyanto, dan sejumlah nama petinggi OJK lainya yang tak asing lagi di telinga masyarakat.

Calon yang berasal dari BI tak kurang dari 10 orang, salah satunya mantan Deputi Gubernur BI Bidang Logistik, Pengamanan Aset, Ekonomi Syariah dan Kawasan Regional, Hendar.

Kesempatan untuk memimpin lembaga bergengsi yang mengurusi lembaga keuangan ini juga tak disia-siakan kalangan bankir baik yang masih aktif mulai dari pengelola bank BUMN maupun dari perbankan swasta.

Bahkan bankir yang sudah lengser tapi masih mengurus lembaga yang terkait dengan perbankan pun ikut serta. Di antaranya Zulkifli Zaini dari Ikatan Bankir Indonesia yang sempat menjabat sebagai direktur utama Bank Mandiri, Irman Alvian Zahirudin dari BTN.

Adapun dari sektor jasa keuangan dan pasar modal muncul Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) yang bernama Tito Sulistio dan Fauzi Ichsan yang menjabat sebagai kepala eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Kalangan kampus juga turut mengadu nasib untuk menjadi pimpinan OJK. Salah satunya Rektor Universitas Paramadina yang bernama Firmanzah. Selain dikenal sebagai akademisi yang mumpuni, Firmanzah yang meraih gelar guru besar di usia muda ini tercatat sebagai Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Nama lain yang beredar di antaranya Marzuki dari Universitas Hasanuddin, Ivan Malik dari Universitas Indonesia, Adler Manurung dari Universitas Bina Nusantara. Adapun dari kalangan pegawai negeri sipil (PNS) dan kementerian/lembaga (KL) hadir Adi Budiarso dan Arif Baharudin serta Freddy R Saragih dari Kementerian Keuangan.

Yang menarik dicermati, dari pengumuman pansel terhadap calon yang dinyatakan lolos seleksi tahap pertama, terjaring nama dua politikus yang sekarang masih aktif di DPR RI. Tercatat ada Ketua Komisi XI DPR RI Melchias Markus Mekeng dan anggota Komisi XI DPR RI Andreas Eddy Susetyo.

Mengapa menarik dicermati lolosnya politikus dari Partai Golkar dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu? Masalahnya, kepercayaan masyarakat terhadap pimpinan lembaga negara yang berasal dari politikus seringkali ternodai. Sebutlah kasus terakhir hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar. Dia diduga telah menyalahgunkan amanah yang menjadi tanggung jawabnya.

Memang, tidak ada aturan atau ketentuan yang dilanggar bagi politikus yang akan mengabdikan diri pada lembaga negara mana pun, termasuk jadi pimpinan OJK. Ketua Pansel Sri Mulyani sudah menegaskan bahwa siapa pun warga negara Indonesia berhak untuk menjadi bos OJK sepanjang memenuhi syarat yang ditetapkan pansel. Apa yang diungkapkan Sri Mulyani yang juga menjabat sebagai menteri keuangan benar adanya, tetapi tetap harus ada catatan.

Untuk menduduki kursi pimpinan OJK, setidaknya harus memenuhi tiga unsur. Pertama, integritas. Kedua, kompetensi. Ketiga, bebas dari konflik kepentingan (conflict of interest). Poin ketiga tersebut sangat rentan menjangkiti politikus karena mereka sulit melepaskan kepentingan baik dari kelompok maupun partai tempat mereka bergabung.

Kita berharap, pansel lebih selektif dalam meloloskan calon yang akan menduduki kursi Dewan Komisioner OJK. Kalau masih ada calon lebih kapabel, politisi menjadi prioritas berikutnya.