Trump Resmi Menjadi Presiden AS, RI Mesti Waspada Hengkangnya Dana Asing ke AS



( 2017-01-23 10:26:39 )

Pengamat Ekonomi sekaligus Direktur Eksekutif Core Indonesia, Mohammad Faisal menanggapi kebijakan Donald Trump, Presiden Amerika Serikat AS) yang cenderung anti mainstream akan menimbulkan dampak yang besar terhadap negara lain, termasuk Indonesia. Terutama terkait potensi keluarnya modal-modal asing ke AS sehingga berdampak pada kurs rupiah dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

"Kebijakan ekonomi Trump cenderung anti mainstream memunculkan berbagai kekhawatiran akan berdampak buruk terhadap berbagai negara, termasuk Indonesia," tutur Faisal dari hasil risetnya, Minggu (22/1/2017).

Dari sisi fiskal, dia menerangkan, potensi kenaikan Fed Fund Rate (FFR) akan mengakibatkan biaya penerbitan obligasi pemerintah Indonesia menjadi semakin mahal. Kebijakan Donald Trump yang dinilai ekspansif nantinya tidak hanya dapat meningkatkan jumlah utang yang harus dibiayai dengan obligasi, namun juga akan mendorong kenaikan inflasi.

"The Fed bahkan sudah berencana menaikkan suku bunga acuannya sampai ke tingkat 1,75 persen pada akhir tahun 2017. Implikasinya, imbal hasil obligasi AS juga akan semakin meningkat," papar dia.

Hal ini, faisal menerangkan lebih lanjut, akan mendorong meningkatnya aliran modal dari negara lain termasuk dari Indonesia ke Amerika Serikat. Dengan demikian, yield (bunga) obligasi pemerintah akan terdongkrak menjadi semakin tinggi.

"Kondisi ini akan semakin membebani APBN mengingat porsi utang dalam bentuk obligasi mencapai sebesar 79 persen dari total outstanding utang pemerintah per November 2016," ujar dia.

Faisal melanjutkan, dari sisi moneter, volatilitas rupiah yang memiliki peluang lebih tinggi tahun ini akan mendorong Bank Indonesia menerapkan kebijakan moneter menajdi lebih ketat.

"Aliran modal yang keluar dari Indonesia berpeluang meningkat lebih tinggi dibandingkan pada periode-periode sebelumnya ketika tingkat suku bunga the Fed dinilai masih cukup rendah. Dampaknya gejolak kurs rupiah terhadap dolar AS makin tinggi," paparnya.

Pada saat The Fed menaikkan suku bunga acuan (FFR) sebesar 25 basis poin menjadi 0,75 persen pada Desember 2016 lalu, meskipun suku bunga BI 7 day Reverse Repo tetap dipertahankan pada tingkat 4,75 persen, nilai tukar rupiah alami pelemahan sebesar 59 poin dari Rp 13.367 per dolar AS menjadi Rp 13.426 per dolar AS pada 16 Desember 2016.

"Dengan melihat track record kebijakan BI selama ini, suku bunga acuan BI, BI 7 Day Repo Rate diprediksi belum akan bergerak turun, bahkan berpeluang untuk meningkat. Apalagi, potensi kenaikan inflasi pada tahun ini akan lebih tinggi dibandingkan pada tahun 2016," pungkas Faisal.