Trump Resmi Jadi Presiden AS, Tantangan Rupiah Makin Berat



( 2017-01-23 04:30:58 )

Gejolak nilai tukar rupiah diperkirakan akan semakin tinggi di tahun ini. Kebijakan dari Presiden AS Donald Trump yang proteksionis dan juga mempunyai rencana untuk kenaikan suku bunga acuan The Federal Reserve (the Fed) akan menjadi sentimen yang membayang-bayangi nilai tukar rupiah.

Menurut pengamat Ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), yang bernama Eko Listiyanto memperkirakan, bahwa The Fed akan menyesuaikan Fed Fund Rate (FFR) secara bertahap sebanyak dua atau tiga kali sepanjang tahun 2017.

"Membaca arahnya sih kenaikan FFR lebih dari sekali, bisa dua atau tiga kali sehingga tantangan rupiah terhadap dolar AS akan lebih besar di 2017 dibanding tahun lalu," ujar dia, Jakarta, pada hari Senin (23.01.2017).

Eko lebih jauh menuturkan, ketergantungan Indonesia terhadap mata uang dolar AS sangat besar. Sekitar 75 persen transaksi perdagangan Indonesia menggunakan dolar AS. Inilah pentingnya yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mulai beralih ke mata uang lain sebagai alternatif transaksi perdagangan.

"Idenya Presiden kan diversifikasi ke yuan, yen, euro, dan pound sterling. Misalnya sekarang kita punya banyak proyek dengan Jepang, ada kereta cepat, Pelabuhan Patimban, nah itu tidak harus dengan dolar AS tapi diversifikasi ke yang lain," terangnya.

Dengan cara ini, Eko menilai, guncangan kurs rupiah tidak akan terlalu kencang karena Indonesia mampu mengurangi kebutuhan terhadap dolar AS. Pasalnya selama ini, Bank Indonesia (BI) harus menguras cadangan devisa (cadev) sebagai langkah intervensi saat mata uang Garuda terdepresiasi cukup dalam.

Menjaga nilai tukar rupiah, diakuinya, dapat melalui upaya lain. Pertama, menjaga kepercayaan pasar dengan terus memperbaiki fundamental ekonomi Indonesia, diantaranya pertumbuhan ekonomi, inflasi, defisit fiskal, defisit transaksi berjalan, dan sebagainya yang menjadi indikator makro ekonomi negara ini.

"Mau FFR naik, statement Trump kontradiktif, kalau kita bisa menunjukkan pertumbuhan ekonomi, inflasi terjaga, ekspor meningkat, maka akan cukup meredam gejolak kurs rupiah karena didukung dengan realisasi data yang lebih baik," jelas Eko.

Eko memperkirakan, bahwa nilai tukar rupiah tahun ini di kisaran Rp 13.500 per dolar AS. Sedikit melemah dibanding proyeksi pemerintah di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 sebesar Rp 13.300 per dolar AS.

"Proyeksi kita memang lebih melemah dibanding pemerintah karena isu tadi, FFR bakal naik dan kebijakan Trump yang berseberangan dengan presiden sebelumnya," terangnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal mengatakan The Fed telah berencana akan menaikkan suku bunga acuannya hingga ke level 1,75 persen pada akhir tahun 2017.

Dia menambahkan, bahwa aliran modal keluar dari Indonesia berpotensi meningkat lebih tinggi dibanding periode-periode sebelumnya ketika tingkat suku bunga the Fed masih cukup rendah. "Dampaknya volatilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS semakin tinggi di 2017," ujarnya.

Dirinya mengungkapkan, pada saat The Fed menaikkan suku bunga acuan (FFR) 25 basis poin menjadi 0,75 persen pada Desember 2016, nilai tukar rupiah terdepresiasi 59 poin dari Rp 13.367 per dolar AS menjadi Rp 13.426 per dolar pada tanggal 16 Desember 2016. Itu dengan suku bunga BI 7 day Reverse Repo tetap dipertahankan pada level 4,75 persen.

"Diperkirakan BI 7 Day Repo Rate belum akan bergerak turun, bahkan berpotensi untuk meningkat. Apalagi, potensi kenaikan inflasi tahun ini akan lebih tinggi dibanding tahun 2016," tandas Faisal.