Negara Berkembang Bersiap Hadapi Kenaikan Suku Bunga AS



( 2015-12-07 08:54:46 )

Beragam sinyal, baik dari para pengamat maupun pejabat tinggi bank sentral Amerika Serikat atau The Federal Reserve (The Fed), telah memberikan tanda kemungkinan besar kenaikan suku bunga Amerika Serikat terjadi setelah pertemuan 15-16 Desember mendatang.

Bank of International Settlements (BIS) mensinyalir adanya kemungkinan risiko yang akan menyentakkan perekonomian negara-negara berkembang.

Mengutip laman CNBC, Senin (7/12/2015), BIS juga mengingatkan terhadap gangguan ekonomi yang lebih besar di negara berkembang pada 2016. Hal yang lebih mengkhawatirkan lagi adalah, risiko ekonomi tersebut dapat melebihi guncangan yang terjadi selama 2013 ketika The Fed melakukan tapering.

keterangan tenaga kerja terbaru yang menjadi salah satu acuan The Fed dalam meningkatkan suku bunga juga tercatat telah melebihi ekspektasi. Selama bulan November AS mampu menghasilkan 211 ribu lapangan pekerjaan. Kondisi ini meningkatkan kemungkinan hingga 80 persen The Fed akan segera menaikkan suku bunganya.

"Keadaan pasar finansial yang lesu ditambah dengan meningkatnya sensitivitas terhadap suku bunga AS telah menimbulkan risiko negatif di berbagai negara berkembang, khususnya ketika kebijakan normalisasi suku bunga itu benar-benar diterapkan," mengutip laporan BIS.

Para pengamat ekonomi BIS menyampaikan, transformasi dalam pembagian yield yang tersebar pada indeks obligasi negara berkembang dengan yang tertera di AS nyatanya memperlihatkan risiko yang lebih besar dibanding 2013 lalu. Kala itu pasar sempat alami kekhawatiran akibat The Fed memperketat kebijakan moneternya.

"Kami bercermin pada pengalaman dari kejadian setahun atau dua tahun lalu, saat The Fed agresif dalam segi uang, maka ke sanalah uang akan mengalir," tandas CIO di Azure Wealth, Johan Jooste.

Jooste memperkirakan, kelemahan yang ada pada negara-negara berkembang bisa terlihat secara jelas melalui pasar valuta asing, lambatnya pertumbuhan ekonomi, serta kegiatan jual di pasar komoditas dan ketakutan pasar pada aksi moneter The Fed. Hal ini sama seperti nilai tukar mata uang negara berkembang, real Brazil, lira Turki, Peso Kolombia yang semuanya menyentuh level terendah pada September.

"Masih banyak lagi bukti yang memperlihatkan nilai mata uang negara berkembang sangat sensitif terhadap perkembangan apapun yang terjadi di AS," kutipan analis dalam laporan BIS.