Timbangan Dagang RI Diprediksi Surplus sebesar US$ 8,87 M di 2016



( 2017-01-16 06:54:50 )

Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede memperkirakan surplus neraca perdagangan Indonesia mencapai sebesar US$ 8,87 miliar pada tahun 2016. Prediksi tersebut lebih tinggi dibanding realisasi pada tahun sebelumnya yang surplus mencapai angka US$ 7,52 miliar.

"Neraca perdagangan pada tahun 2016 diperkirakan surplus sebesar US$ 8,87 miliar," ujar Josua saat dihubungi di Jakarta, Senin (16/1/2017).

Perkiraan terjadinya surplus sepanjang 2016 tersebut akan ditopang dari kinerja positif neraca perdagangan di Desember 2016.

Josua memperkirakan neraca dagang di bulan kedua belas akan mencatat surplus sebesar US$ 1,08 miliar sebab kinerja ekspor lebih besar dibanding impor. Peluang surplus tersebut lebih besar daripada pencapaian November yang mencetak surplus sebesar US$ 840 juta.

"Neraca perdagangan pada bulan Desember diprediksi surplus US$ 1,08 miliar. Ekspor diperkirakan tumbuh sebesar 12,56 persen (Yoy) dan impor tumbuh 2,10 persen (Yoy)," terangnya.

Josua memaparkan lebih lanjut, surplus perdagangan ini didukung oleh kinerja ekspor yang mengalami pemulihan. Lanjutnya, terjadi perbaikan aktivitas manufaktur pada mitra dagang utama Indonesia, seperti China, Amerika Serikat (AS), Jepang, serta Eropa.

"Harga komoditas global pun juga cenderung meningkat di bulan Desember, meliputi harga minyak dunia, minyak kelapa sawit mentah (CPO), dan karet alam. Sedangkan untuk harga batu bara cenderung melemah pada akhir tahun lalu," ujar dia.

Dari sisi impor, sambungnya, impor barang modal dan bahan baku cenderung menurun pada akhir tahun lalu. Kondisi ini ditandai dengan pelemahan aktivitas manufaktur di dalam negeri pada bulan Desember lalu.

"Walau pertumbuhan impor barang baku dan barang modal di tahun 2016 masih terkontraksi, namun relatif membaik dibanding pada tahun 2015," terang Josua.

Dia menilai, tren perbaikan impor bahan baku dan barang modal masih terus berlanjut di tahun ini secara gradual dengan mempertimbangkan pemulihan dari sisi permintaan yang akan direspon oleh peningkatan kapasitas jumlah produksi dan belanja modal (capital expenditure/capex) perusahaan maupun suplier.

"Namun pemerintah perlu membangkitkan industri manufaktur atau hilirisasi industri guna menekan impor barang konsumsi," ujarnya.

Proyeksi neraca dagang tersebut sejalan dengan perkiraan Josua atas defisit neraca transaksi berjalan pada tahun 2016 yang berjumlah sekitar 1,9 persen hingga 2 persen dari PDB atau lebih rendah dari realisasi tahun sebelumnya yang defisit sebesar 2,04 persen terhadap PDB.

"Jadi surplus perdagangan ini merefleksikan penurunan defisit transaksi berjalan yang memperlihatkan kondisi external balance yang sehat," ujar dia.

Selain itu, Ekonom Senior Kenta Institute, Eric Alexander Sugandi memperkirakan surplus neraca dagang di tahun 2016 sebesar US$ 8,4 miliar. "Di 2016, surplus neraca perdagangan diperkirakan sebesar US$ 8,4 miliar," ujarnya.

Sementara khusus pada bulan Desember tahun lalu, proyeksi Eric mencetak surplus US$ 700 juta. Bersumber dari nilai ekspor sekitar US$ 13,9 miliar atau tumbuh sebesar 16,3 persen secara Yoy dan impor senilai US$ 13,2 miliar atau tumbuh 9,1 persen Yoy.

"Faktor pendorong terjadinya surplus karena naiknya harga komoditas energi," pungkas Eric.