Manajemen dari Bursa Efek Indonesia (BEI) mulai menerapkan batas baru auto rejection atau penolakan otomatis oleh JATS mulai hari ini. Dengan batas baru ini diharapkan dapat mendorong transaksi saham di Indonesia.

Menurut kepala Riset PT Universal Broker Securities Satrio Utomo mengatakan, bahwa pada dasarnya pelaku pasar lebih menyukai pergerakan saham yang volatile untuk transaksi di pasar modal.

"Harusnya bagus membuat market volatil. Kalau Anda trader, pergerakan harga yang volatile," kata dia, Jakarta, pada hari Selasa (03.01.2017).

Namun, dia mengaku bahwa khawatir dengan adanya auto rejection yang baru akan mengerek harga saham terlalu tinggi dan membuatnya menjadi relatif mahal. Terutama, pada saham-saham perusahaan pelat merah atau BUMN.

"Saya agak khawatir pada tahun kemarin ada orang-orang mengangkat harga terlalu tinggi. Beberapa saham BUMN price earning ratio (PER)-nya sampai 100 saya agak khawatir di situ," jelas dia.

Dari salah satu perusahaan pada penutupan tahun 2016 seharga Rp 4.680 per saham. Selama setahun telah mengalami kenaikan 2686 persen dengan PER 1786 kali. Kapitalisasi pasar pada tutup tahun 2016 sekitar Rp 14,50 triliun.

Kemudian, PT Semen Baturaja Tbk (SMBR) harga sahamnya Rp 2.790 per saham. Selama setahun telah mengalami kenaikan 875 persen dengan PER 103 kali. Kapitalisasi pasar SMBR Rp 27,45 triliun.

Penerapan batas baru auto rejection sesuai keputusan direksi BEI Nomor Kep-00113/BEI/12-2016 yang dikeluarkan tanggal 13 Desember 2016. Keputusan direksi yang ditandatangani oleh Direktur BEI Sulistyo Budi dan Direktur BEI Alpino Kianjaya menunjukan skema simetris untuk auto rejection. Jadi, penolakan otomatis ini berlaku dengan persentase yang sama, baik penguatan maupun penurunan.

Pertama, rentang harga saham Rp 50-Rp 200 bisa naik dan turun sampai batas 35 persen dalam sehari. Kedua, saham dengan rentang Rp 200-Rp 5.000 bisa naik dan turun sampai 25 persen. Ketiga, harga saham di atas Rp 5.000 bisa naik dan turun sampai batas 20 persen.

Kemudian, auto rejection berlaku jika volume penawaran jual atau permintaan beli bersifat ekuitas lebih dari 50 ribu atau 5 persen dari jumlah efek tercatat di bursa.