Pemerintah Mulai Resah Dengan Tingkah Calo Gas



( 2016-12-30 06:48:27 )

Sudah banyak terdapat calo gas atau trader gas yang tidak memiliki infrastruktur, maka dengan ini Pemerintah akan bertindak keras guna menindaklanjuti. Hal tersebut dinyatakan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan.

Menurut Luhut, karena semakin berkembangnya calo gas, membuat suplai chain semakin panjang, sehingga harga gas jatuh ke end user menjadi semakin mahal dan tidak ekonomis bagi Industri. “Kita bertahap itu mau habisin (calo gas). Ya nggak bisa dong, masak dia punya (alokasi) gas, tapi tidak punya pipa. Nggak punya pipa tapi punya (alokasi) gas, nggak begitu. Kita mau basmi,” tegas Luhut, kamis (28/12/2016).

Luhut mencontohkan, salah satu aksi dari calo gas ini, telah membuat industri di Medan, Sumatera Utara melebihi harga yang tak seharusnya. Berdasarkan data Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM). Di Medan, ada sekitar 45 industri besar yang membeli gas bumi sebesar USD 12,22 per MMBTU. Berikut rincian harga gas di Industri khususnya di Medan.

Pertama, pasokan gas ke industri di Medan terbagi atas dua sumber yakni dari Kilang LNG Bontang, Kalimantan Timur dan dari Pertamina EP di Sumatera. Untuk sumber pertama dari LNG Bontang, LNG tersebut merupakan alokasi gas yang ditetapkan Kementerian ESDM dan SKK Migas untuk industri di Medan. Harganya USD7,8 per MMBTU. Hampir 63 persen komposisi harga gas ke industri di Medan berasal dari harga gas di hulu. Artinya harga gas bumi ke industri sejak awal sudah mahal.

Kedua, LNG dari Bontang tersebut kemudian di regasifikasi di Terminal Regasifikasi Arun, Lhokseumawe, Aceh. Biaya proses regasifikasi atau menjadikan gas alam cair jadi gas bumi dikenakan USD 1,5 per MMBTU. Lalu ditambah dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yakni USD 0,15 per MMBTU, jadi total USD 1,65 per MMBTU.

Ketiga, gas bumi dari Terminal Regasifikasi Arun diangkut melalui pipa trasmisi Arun-Belawan milik PT Pertamina Gas (Pertagas) sepanjang 350 km. Pertagas mengenakan biaya angkut gas sebesar USD 2,53 per MMBTU dan ditambah PPN sebesar USD 0,25 per MMBTU, sehingga total USD 2,78 per MMBTU.

Keempat, setelah dari Pertagas, gas bumi tersebut harus melalui ‘keran’ perusahaan trader gas. Masalahnya perusahaan ini tidak memiliki fasilitas pipa sama sekali. Trader gas tak bermodal fasilitas ini memungut biaya margin sebesar USD 0,3 per MMBTU.

Lalu, trader gas tak bermodal tersebut mengenakan lagi biaya yang namanya Gross Heating Value (GHV) Losses sebesar USD 0,33 per MMBTU. Tak cukup sampai disitu, trader gas juga mengenakan Own Used & Boil Off Gas (BOG) sebesar USD 0,65 per MMBTU serta Cost of Money sebesar USD 0,27 per MMBTU. Total, trader tak bermodal tersebut memungut USD 1,55 per MMBTU. Diinformasikan trader gas semacam itu juga dilakukan oleh Pertagas Niaga.

Lalu, sumber gas dari produksi Pertamina EP dikenakan USD 8,24 per MMBTU, kemudian diangkut melalui pipa transmisi gas bumi Pangkalan Susu-Wampu yang dikelola Pertaggas dengan biaya USD 0,92 per MMBTU termasuk pajak.

Dengan dua sumber gas tersebut di campur menjadi satu, lalu dibagi volume gas masing-masing pasokan, maka harga rata-rata gas bumi sebelum dibeli oleh PGN sebesar USD 10,87 per MMBTU. Kemudian oleh PGN diteruskan ke pelanggan industrinya dengan biaya yang dikenakan USD1,35 per MMBTU. Sehingga ujungnya industri-industri di Medan membeli gas bumi dengan harga USD 12,22 per MMBTU. “Seperti kata Presiden, itu pemain middle-middle, trader-trader dikurangi itu yang tidak diperlukan, supaya harga gas bisa turun. Masak di Medan itu harga gas hampir USD 14? Gak benar itu,” jelas Luhut.