Sri Mulyani Meminta Google Untuk Membuka Data Laporan Keuangan



( 2016-12-21 04:14:27 )

Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati meminta pihak Google membuka dan menyerahkan data laporan keuangan elektronik kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan. Jika tidak, Google bisa terancam denda sebesar 400 persen dari utang pajak sampai akan sampai ke jalur hukum.

Hal itu diakui oleh Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Ditjen Pajak Jakarta Khusus, yang bernama Muhammad Haniv. Kata Haniv, Menkeu Sri Mulyani meminta Google terbuka dengan seluruh laporan keuangannya supaya petugas pajak dapat mengkalkulasi pajak dengan baik dan benar.

"Bu Menteri minta Google open book. Namanya pemeriksaan ya harus open book. Pembukuan keuangan toling diberikan sehingga petugas pajak bisa menghitung pajak dengan benar. Kalau pembukuan belum diberikan bagaimana kita mau menegosiasi," jelasnnya di Jakarta, pada hari Rabu (21.12.2016).

Menurutnya, pihak Google berjanji akan melaporkan pembukuan atau laporan keuangan dalam bentuk data elektronik, namun sampai saat ini belum diberikan kepada Ditjen Pajak. Selama ini laporan keuangan yang diterima Ditjen Pajak dari Google dalam bentuk tertulis. Laporan keuangan tertulis ini pun diduga tidak seluruhnya mencantumkan pendapatan usaha Google di ‎Indonesia.

"Kalau dihitung pendapatan yang dilaporkan ke kita cuma Rp 3 triliun di 2015 saja. Kita mau cek, karena sebenarnya kalau dari asosiasi bisa mencapai Rp 6 triliun, jadi mereka baru separuhnya yang dia kasih. Makanya kita meminta datanya, mana bukti data pendukung tersebut. Masa file elektronik saja lama sekali," paparnya.

"Harusnya kan Google merasa tidak enak masa diminta file elektronik butuh waktu bulanan. Kalau kita cari data di internet saja kapasitas terabyte paling lama 1-2 jam, masa sekelas Google berbulan-bulan," tegas Haniv.

Dia berucap, jika Google memberikan data laporan keuangan tersebut di tahun depan, Ditjen Pajak akan melakukan perhitungan kewajiban yang harus dibayar oleh Google. Perusahaan asal Amerika Serikat (AS) itu juga harus membayar denda atau sanksi bunga sebesar 150 persen dari utang pajaknya.

Apabila Google mangkir memberikan data elektronik yang diminta, kata Haniv, Ditjen Pajak akan menaikkan status pemeriksaan Google pada tahapan investigasi penuh atau full investigation di bulan Februari 2017 dari sebelumnya status preliminary investigation atau proses bukper.

"Bulan Februari bisa full investigation dengan kewajiban membayar utang pajak ditambah sanksi sebesar 400 persen. Itu karena tidak ada niat baik kerjasama oleh kita untuk di audit, seperti Wajib Pajak tidak mau diperiksa, tidak mau kasih lihat pembukuan, melawan kita, itu bisa dilakukan full investigation," dia menjelaskan.

Haniv menegaskan, pihak Google dapat diseret ke jalur hukum apabila tetap tidak mau memenuhi kewajibannya soal data. Hal ini akan mencoreng citra Google di mata dunia. "Kalau dia tidak bayar pajak juga, ya bisa di penjara. Kan malu kalau sampai di penjara," ujarnya.

Lebih jauh lanjutnya, model pemeriksaan yang sedang dijalankan Ditjen Pajak kepada Google tengah mendapat perhatian dunia. "Model pemeriksaan kita lagi dilihat negara lain. Kalau Google terbuka, lalu kita kenakan pajak dan diekspos, model pemeriksaan kita bisa ditiru dunia, lalu habislah Google," pungkas Haniv.