Pengusaha Ritel Kecewa BI Tidak Rilis Uang Rupiah Baru Rp 50



( 2016-12-20 07:32:15 )

Bank Indonesia (BI) telah mengeluarkan uang rupiah baru dengan gambar-gambar pahlawan. Ada 11 pecahan uang anyar, terdiri dari 7 pecahan uang kertas dengan nilai nominal Rp 100.000, Rp 50.000, Rp 20.000, Rp 10.000, Rp 5.000, Rp 2.000, dan Rp 1.000. Sedangkan uang rupiah logam terdiri atas pecahan Rp 1.000, Rp 500, Rp 200, dan Rp 100.

Namun, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), yang bernama Tutum Rahanta menyayangkan kebijakan BI mencetak uang rupiah baru untuk 11 pecahan tidak dilengkapi dengan nilai nominal yang paling kecil yaitu Rp 50 dan Rp 25. Padahal toko ritel sangat membutuhkan uang pecahan kecil untuk kembalian transaksi belanja.

"Kami selalu bermasalah dengan urusan uang kembalian, karena uang kecil tidak ada, seperti pecahan Rp 50 dan Rp 25. Nominal ini sangat kita butuhkan, tapi BI tidak bisa mencetak uang pecahan itu," tegas Tutum, Jakarta, pada hari Selasa (20.12.2016).

Lebih jauh dia menjelaskan, BI mempunyai kewajiban mencetak uang rupiah dengan nominal lebih kecil, seperti dua pecahan tersebut meskipun permintaan sedikit. Tutum mencontohkan di Amerika Serikat (AS), Bank Sentral menyediakan uang hingga nominal terkecil pecahan 1 sen guna untuk memenuhi kebutuhan transaksi belanja.

"Ada atau tidak permintaan terhadap uang Rp 50 dan Rp 25, BI berkewajiban untuk menyediakan nominal itu, karena tetap ada di dalam transaksi. Di AS pun 1 sen ada, belanja tetap dikasih 1 sen," dia menerangkan.

Menurutnya, biaya percetakan uang baru lebih mahal ketimbang nilai uang itu sendiri. "Nilai cetak mungkin lebih mahal dibanding nilai absolutnya sendiri. Mencetak uang Rp 100, bebannya mungkin Rp 300, makanya BI tidak mau mencetak dengan nominal Rp 25 dan Rp 50 meski punya kewajiban," kata Tutum.

Dia berpendapat, penerbitan atau pencetakan uang rupiah baru harus dilakukan BI secara berkala untuk mengganti uang lama yang rusak, sobek, terbakar, atau hilang. Lanjut Tutum, terutama di toko ritel modern yang masih mencatatkan transaksi belanja menggunakan uang fisik cukup besar.

"BI tetap harus cetak uang, kan uang kadang hilang, sobek, terbakar, dan lainnya, jadi harus diganti. Uang baru juga diperlukan untuk menghindari pemalsuan karena pasti disertai teknologi baru biar tidak mudah dipalsukan," Tutum mengatakan.