Alasan Kejagung Tidak Menahan Ahok



( 2016-12-01 09:15:46 )

Jaksa Agung Muda (JAM) Pidana Umum Kejaksaan Agung (Kejagung) sudah menerima pelimpahan berkas kasus tahap dua dari Bareskrim Mabes Polri. Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, tersangka kasus dugaan penistaan agama beserta barang buktinya juga sudah diserahkan ke Kejagung.

Ahok tiba di Kantor Kejagung, Jakarta, pada pukul 09.57 WIB, Kamis (1/12/2016). Gubernur nonaktif DKI Jakarta itu tiba bersama penyidik Bareskrim Polri yang dipimpin langsung oleh Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Brigjen Pol Agus Andrianto.

Tetapi, Ahok tidak ditahan Kejagung. Kepala Pusat Penerangan Umum (Kapuspenkum) Kejagung Muhammad Rum mengutarakan alasan mantan Bupati Belitung Timur tersebut tidak ditahan. "Memang tidak dilakukan penahanan terhadap tersangka Ahok," ujar dia.

Pertama, Rum menilai, Kejagung mempunyai SOP, jika penyidik (Bareskrim Polri) tidak menahan Ahok, maka pihak jaksa pun akan melakukan hal yang serupa.

"Karena bahwa penyidik sudah melakukan pencekalan, berlaku sesuai SOP di kita apabila penyidik tidak menahan, kita juga tidak," tutur dia.

Kedua, Rum melanjutkan, tim peneliti yang berjumlah 13 jaksa itu menilai penahanan Ahok bukan merupakan sebuah keharusan. "Pendapat dari tim peneliti menyatakan bahwa tidak dilakukan penahanan," ujar dia.

Ketiga, ia menerangkan, Ahok sebagai tersangka sangat kooperatif menjalani proses hukum. "Bahwa tersangka ini setiap dipanggil datang," tegas dia.

Keempat, Rum mengatakan, materi dakwaan Ahok akan disusun secara alternatif.

"Pertama Pasal 156a dan Pasal 156 atau sebaliknya. Dakwaan secara alternatif kita tidak tahu mana yang terpenting. Dakwaan ini disusun secara alternatif 156 yang ancaman 4 tahun atau 156a yang ancaman 5 tahun," papar dia.

Ia mengutarakan, pihaknya sedari awal mendengar respons yang disampaikan masyarakat. Bahkan sejak Kejaksaan menerima Surat Perintah Dimulainya Penyelidikan (SPDP) dari Polri, pihaknya membentuk tim yang memberikan supervisi terhadap kasus tersebut.

Begitu pun dengan pelimpahan berkas pada tahap pertama, pihak Kejaksaan juga langsung membentuk tim yang berisi 13 jaksa peneliti. "Artinya kita minimalkan waktunya, kita optimalkan kerjanya," pungkas Rum.