Keuangan Negara Berpotensi Negatif di Tahun 2017



( 2016-11-21 07:35:30 )

Pemerintah dirasa perlu mewaspadai kondisi keuangan negara mengingat postur utang luar negeri cukup memprihatinkan, dan mengantisipasi kemungkinan besar Bank Sentral AS (The Fed) akan menaikkan suku bunga acuannya (Fed Rate) pada Desember 2016 yang berdampak pada suku bunga di dalam negeri.

Di tengah ketidakpastian kebijakan The Fed yang akan menaikkan suku bunga acuannya pada Desember tahun ini, Bank Indonesia mengakui adanya arus modal keluar dari Indonesia (capital outflow) pada November 2016, khususnya pada pekan kedua.

Arus modal keluar yang cukup tinggi tersebut disebabkan oleh pengaruh kemungkinan kenaikan suku bunga AS (Fed Fund Rate-FFR) yang akan dilakukan dalam waktu dekat. “Saya dapat memahami kalau ada outflow karena sudah semakin tinggi kemungkinan Fed Rate naik. Semua statement sudah semakin mengonfirmasi ekonomi AS yang memungkinkan kenaikan FFR,” kata Gubernur BI Agus DW Martowardojo di Jakarta, Jumat (18/11).

Kondisi tersebut, ujar Agus, membuat adanya flight to quality, dana kabur dari negara-negara emerging markets alias negara berkembang. Selain itu, kata Agus, bank sentral juga melihat adanya pelepasan saham maupun surat berharga negara (SBN).

Agus menjelaskan, selama tanggal 9 hingga 14 November 2016 lalu, dana yang keluar dari Indonesia mencapai Rp 16 triliun. Namun demikian, Agus menegaskan bahwa secara year to date atau kalender, dana yang masuk ke Indonesia mencapai Rp 133 triliun.

Kalau ada dana yang keluar itu utamanya karena sedang ada kondisi perkembangan di AS dan juga banyak portfolio investor yang mau take profit (ambil untung), ujarnya seperti dikutip kompas.com.

Sejalan dengan kondisi di AS pasca pemilihan presiden, banyak investor yang melepas dulu kepemilikan sahamnya, namun kemudian akan kembali masuk pada awal tahun 2017 mendatang.

Meski terjadi arus modal keluar, Agus yakin kondisi ekonomi Indonesia masih stabil. Kondisi stabilitas ekonomi Indonesia tersebut tercermin dari pertumbuhan ekonomi pada tahun 2016 yang diprediksi bisa mencapai 5%-5,4% pada 2017.

Selain itu, inflasi, deifisit transaksi berjalan, dan neraca perdagangan tetap terjaga. Jadi, secara umum ekonomi Indonesia baik. Nanti tentu aka nada aliran dana kembali ke Indonesia, tuturnya.

Pada bagian lain, BI melaporkan utang luar negeri (ULN) Indonesia pada akhir kuartal III-2016 mencapai US$325,3 miliar. Angka ini naik 7,8% secara tahunan atau year on year (yoy). Berdasarkan jangka waktu asal, ULN jangka panjang tumbuh 8,7% (yoy), sementara ULN jangka pendek tumbuh 1,8% (yoy).

Berdasarkan kelompok peminjam, pertumbuhan tahunan ULN sektor publik meningkat, sementara pertumbuhan tahunan ULN sektor swasta terus menurun. Dengan perkembangan tersebut, rasio ULN terhadap produk domestik bruto (PDB) pada akhir kuartal III-2016 tercatat sebesar 35,7%, turun dari 36,9% pada akhir kuartal II-2016, menurut keterangan resmi BI, akhir pekan lalu.

Berdasarkan jangka waktu asal, posisi ULN Indonesia didominasi ULN jangka panjang. Posisi ULN berjangka panjang pada akhir kuartal III-2016 mencapai US$283,5 miliar (87,2% dari total ULN) atau tumbuh 8,7% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan kuartal II-2016 yang sebesar 8,2%(yoy).

Sementara itu, posisi ULN berjangka pendek pada akhir kuartal III-2016 tercatat US$41,8 miliar (12,8% dari total ULN) atau tumbuh 1,8% (yoy), lebih tinggi dibandingkan kuartal II-2016 yang tercatat turun 3% (yoy). Meski utang jangka pendek meningkat, rasionya terhadap cadangan devisa turun menjadi sebesar 35,5% pada kuartal III-2016 dari 37,8% pada kuartal sebelumnya sejalan dengan meningkatnya posisi cadangan devisa. Pada akhir kuartal III-2016, posisi ULN sektor swasta mencapai US$163,1 miliar (50,1% dari total ULN), sementara posisi ULN sektor publik sebesar US$162,2 miliar (49,9% dari total ULN).

ULN sektor swasta turun 2,7% (yoy) pada kuartal III-2016, lebih dalam dibandingkan penurunan pada kuartal sebelumnya sebesar 2,3% (yoy), sementara ULN sektor publik tumbuh meningkat menjadi 20,8 % (yoy) pada kuartal III-2016 dari kuartal sebelumnya sebesar 17,9% (yoy).

BI memandang perkembangan ULN pada triwulan III 2016 masih cukup sehat, namun terus mewaspadai risikonya terhadap perekonomian nasional. Ke depan, bank sentral akan terus memantau perkembangan ULN, khususnya ULN sektor swasta.

Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keyakinan bahwa ULN dapat berperan secara optimal dalam mendukung pembiayaan pembangunan tanpa menimbulkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas makroekonomi, menurut laporan itu.

Sebelumnya pemerintah mengalokasikan belanja non kementerian dan lembaga sebesar Rp 552 triliun pada APBN 2017. Hampir separuhnya akan digunakan untuk membayar utang pemerintah baik dalam dan luar negeri. Anggaran pengelolaan utang sebesar Rp 221 triliun, ujar Ketua Badan Anggaran DPR Kahar Muzakir saat Rapat Paripurna DPR, Jakarta, Rabu (26/10). Menurut dia, anggaran pengelolaan utang itu terdiri dari Rp 205,4 triliun untuk membayar bunga utang dalam negeri dan Rp 15,7 triliun untuk membayar bunga utang luar negeri.

Meski mengalokasikan anggaran Rp 221 triliun untuk membayar utang, pemerintah juga dipastikan akan menambah utang dalam rangka menutup defisit anggaran APBN 2017 sebesar 2,41% dari PDB atau Rp 330 triliun. Sebelumya, pemerintah mengakui penarikan utang yang dilakukan tidak seluruhnya digunakan untuk keperluan produktif. Sebagian besar utang itu justru digunakan untuk membayar bunga utang sebelumnya yang sudah jatuh tempo.

Pada Agustus 2016, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (PPR) Kementerian Keuangan Robert Pakpahan menuturkan, bunga utang akan melonjak pada tahun depan, diperkirakan sebesar Rp 210 triliun. Pembayaran utang pada 2017 lebih besar Rp 30 triliun dari tahun 2016 yang ada di kisaran Rp 180 triliun. Total utang pemerintah sendiri sekitar Rp 3.400 triliun.