Rumitnya Urus Kewarganegaraan DI Indonesia



( 2016-11-11 04:32:25 )

Mahkamah Konstitusi (MK) kembali mengadakan uji materi Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan yang sudah diajukan oleh orang tua Gloria Natapradja Hamel.

Nama Gloria mengemuka mendekati peringatan hari kemerdekaan 17 Agustus lalu. Gloria yang masih berumur 16 tahun itu, batal menjadi anggota paskibraka karena mempunyai paspor Perancis yang sesuai dengan negara asal ayahnya.

Ketentuan yang diuji adalah pasal 41 yang menyatakan bahwa anak hasil kawin campur yang belum berusia 18 tahun atau belum kawin, harus mendaftarkan ke pemerintah untuk memperoleh kewarganegaraan Indonesia paling lambat empat tahun setelah UU diundangkan. Artinya, mereka memiliki batas waktu sampai tahun 2010 untuk mendaftarkan diri.

Ternyata kasus kewarganegaraan ganda ini tidak hanya menimpa Gloria. Sejumlah pelaku kawin campur ikut dihadirkan dalam persidangan hari ini.

Kuasa hukum Gloria, Fahmi Bachmid menuturkan, banyak masalah yang muncul akibat batasan waktu empat tahun dalam pasal tersebut.

Berbagai kasus mulai dari kesulitan status anak hasil kawin campur siri hingga rumitnya mengurus proses kewarganegaraan.

"Ada anak hasil kawin campur yang ibunya WNI, ayahnya WNI hasil naturalisasi, tapi anaknya masih WNA. Ada lagi yang terlambat mendaftar jadi WNI, sehingga kesulitan," tutur Fahmi di Gedung MK, Kamis (10/11).

Yang menjadi perkaranya, ujar Fahmi, yaitu pada ketentuan mendaftar. Harusnya pendaftaran menjadi WNI tidak perlu dibatasi sebab sudah ada aturannya di pasal enam. Anak hasil kawin campur yang bersangkutan, hanya tinggal memilih kewarganegaraannya.

Data dari Kementerian Hukum dan HAM menyebutkan, bahwa ada sekitar 12.000 anak hasil kawin campur yang sudah mendaftarkan diri menjadi WNI hingga tahun 2010. Hanya saja, ujar Fahmi, data itu tak memuat anak hasil kawin campur yang belum mendaftar.

"Jadi datanya ini tidak valid. Banyak yang sudah mendaftar namun ditolak karena batas waktunya sudah habis," tutur Fahmi.

Kasus Kevin Joshua

Yang merupakan salah seorang anak hasil kawin campur, Kevin Joshua Scheunemann menceritakan sulitnya mengurus kewarganegaraan di Indonesia dalam persidangan.

Kevin merupakan anak laki-laki berusia 24 tahun yang lahir dari hasil kawin campur seorang ibu berstatus WNI dan ayah berkewarganegaraan Jerman yang melakukan naturalisasi.

Sesuai ketentuan pada UU Kewarganegaraan yang lama, Kevin harus mengikuti garis keturunan ayahnya yaitu menjadi warga negara Jerman.

Melalui proses yang cukup panjang, ayah Kevin akhirnya mendapatkan kewarganegaraan Indonesia pada tahun 2010 melalui sponsor ibunya. Sementara Kevin tidak otomatis mendapatkan WNI sebab sudah berusia 19 tahun.

Keluarganya mengaku tidak mengetahui tentang peraturan dalam UU yang baru. Ketentuan itu baru diketahui usai ibunya mau mengurus perpanjangan Izin Tinggal Tetap (ITAP) bagi Kevin. Sebelumnya Kevin memakai Izin Tinggal Sementara (ITAS) yang harus diperpanjang tiap tahun.

Lantaran telah melewati batas waktu empat tahun pendaftaran sebagai WNI, Kevin pun berniat untuk mengajukan kewarganegaraan melalui proses naturalisasi.

Namun ternyata proses naturalisasi hanya berlaku bagi pasangan asing dari orang Indonesia, bukan anak hasil kawin campur. Ia diproses melalui jalur pewarganegaraan asing murni yang dinilai tidak memliki kaitan apa pun dengan Indonesia.

"Sejujurnya saya sangat sedih karena diperlakukan sebagai orang asing murni dengan membayar biaya kewarganegaraan sebesar Rp50 juta," ujarnya.

Anggota hakim konstitusi I Dewa Gede Palguna lalu menanyakan pada pihak pemerintah apa benar proses pengurusan kewarganegaraan tersebut membutuhkan waktu lama dan biaya yang tidak murah.

Pihak pemerintah yang diwakili Hotman Sitorus hanya memberikan jawaban yang normatif. Menurut dirinya, jika ada yang keberatan dengan ketentuan tersebut maka dapat mengajukan sesuai dengan mekanisme ke pengadilan.

"Pemerintah tentu tidak ingin adanya persoalan-persoalan serumit itu dan pemerintah juga berharap persoalan itu bisa selesaikan dengan baik," ujar Hotman.

Sidang selanjutnya akan dilaksanakan pada 22 November 2016 dengan acara mendengarkan keterangan DPR dan saksi dari pemohon.