Nilai Tukar Masih Menjadi Kendala Repatriasi Tax Amnesty



( 2016-11-09 04:56:59 )

Menteri Keuangan Sri Mulyani berjanji untuk secepatnya menyelesaikan berbagai masalah yang menghambat wajib pajak untuk ikut dalam program pengampunan pajak (tax amnesty). Salah satu masalah yang akan segera dicari titik penyelesaiannya adalah masalah nilai tukar bagi wajib pajak yang ingin melakukan repatriasi.

Sri Mulyani membeberkan, permasalahan nilai tukar ini baru muncul ke permukaan pada pekan ini. Dan dia bilang akan mencari solusi supaya wajib pajak tidak sampai dirugikan ketika melakukan repatriasi dana dalam program tax amnesty.

"Terus terang saya baru dengar masalah ini pada minggu kemarin. Nanti saya akan lihat apa yang bisa jadi solusi. Tujuannya tentu tidak ingin membuat WP itu dirugikan. Memang dalam mengelola keuangan negara saya tak bisa mengikuti kurs harian," ujar dia, Rabu (9/11/2016).

Di dalam tax amnesty ada acuan nilai tukar atau kurs. Kondisi saat ini, rupiah cenderung menguat sehingga wajib pajak yang ingin repatriasi akan menanggung selisih kurs.

"Pada rapat mingguan dapat feedback bahwa para peserta tax amnesty terutama yang repatriasi dengan kurs yang dipatok di Rp 13.600 per dolar Amerika Serikat (AS) dan sekarang menguat berarti harus melakukan top up atau yang tadi disebut dengan kekurangan," terang dia.

Sri Mulyani meneruskan, dirinya akan segera melakukan pembahasan dengan pihak-pihak terkait untuk dapat menyelesaikan masalah ini. "Kami di dalam keuangan negara, APBN, memang mendefinisikan kurs yang dijadikan reference dari sisi keuangan negara, apakah dalam menghitung penerimaan atau dalam membelanjakan. Mungkin ini dirasakan tidak cocok pada saat situasi seperti ini. Akan kami bahas internal," terang dia.

Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (Bank BCA) Jahja Setiaatmadja menjelaskan, nilai tukar yang sudah dipatok dalam tax amnesty ialah sebesar Rp 13.640 per dolar AS. Akan tetapi, kondisi saat ini nilai tukar cenderung menguat ke Rp 13.000 per dolar AS.

Jahja meneruskan, kondisi ini menjadi kendala bagi masyarakat yang ingin menarik uang atau repatriasi ke Indonesia. Pasalnya, terdapat selisih antara nilai tukar yang sudah dipatok dalam ketentuan tax amnesty dengan kondisi yang terjadi saat ini.

"Jadi kalau ikut Undang-Undang Tax Amnesty, kurs dolar telah ditentukan Rp 13.640. Nah jadi saat ini kurs dolar berkisar Rp 13.000-an. Jadi ada selisih yang cukup material nah ini hal ini menjadi pertanyaan mereka yang ikut tax amnesty. Karena kalau membawa dollar to dollar asumsi tidak akan terkena pinalti toh dolar sama," terang dia.

Dia menuturkan, masalah tersebut menjadi hal yang paling dilematis. Pasalnya, masyarakat yang ingin repatriasi berarti akan menanggung beban dari selisih tersebut.

"Tetapi dolar mau dirupiahkan, nah ini terjadi suatu dilematis bahwa dalam perhitungan Rp 13.640 di rekening khusus, yang dipertanggungjawabkan penggunaannya dan dikunci 3 tahun tidak boleh keluar. Tetapi kurs yang diperoleh perbankan adalah kurs pasar. Jadi kalau ada selisih harus tanda petik nombok," pungkas dia.