Asosiasi Petani Tembakau Indonesia Kecewa dengan COP7



( 2016-11-09 03:16:10 )

Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) menyesalkan sikap India, yang dinilai tidak demokratis. Dalam Sidang Tahunan ke-7 Konferensi Pihak (COP7) Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (Framework Convention on Tobacco Control/FCTC) di India, mereka melakukan penahanan terhadap 500 petani India yang melakukan aksi protes.

Protes petani tembakau India karena mereka berharap adanya dialog agar konferensi ini, bisa menghasilkan kebijakan yang mempengaruhi kehidupan 46 juta orang yang bergantung pada industri hasil tembakau di Negeri Anak Benua.

"Proses COP7 FCTC telah melukai perasaan para petani tembakau di seluruh dunia, termasuk India dan Indonesia. Sekretariat FCTC sudah semestinya tidak melakukan diskriminasi dan sebaliknya mendengarkan suara para petani tembakau di seluruh dunia yang penghidupannya terancam akibat kebijakan tembakau yang tidak adil," ujar Ketua Umum APTI Soeseno dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, pada hari Rabu (09.11.2016).

Konferensi yang digelar setiap dua tahun sekali dan dihadiri oleh anggota yang berasal dari sekitar 180 negara ini, secara rutin meninjau implementasi FCTC di setiap negara yang telah melakukan aksesi, serta memutuskan kebijakan yang dinilai akan meningkatkan efektivitas implementasi konvensi. Konferensi ini juga dapat mengadopsi serta melakukan amandemen terhadap FCTC.

Tak hanya petani tembakau, Sekretariat FCTC juga melarang media, para pejabat pemerintah negara anggota yang terkait dengan BUMN tembakau serta mereka yang bekerja untuk menyampaikan aspirasi industri tembakau, untuk berpartisipasi dalam konferensi yang digelar di New Delhi tersebut. Sekretariat FCTC juga menolak bekerja sama dengan interpol serta bea dan cukai karena dinilai berkaitan langsung dengan perusahaan tembakau.

Terkait hal ini, Soeseno menilai sikap pemerintah Indonesia yang tidak meratifikasi FCTC sudah tepat. Soeseno mengatakan, FCTC terbukti tidak mempertimbangkan aspek kehidupan para pemangku kepentingan industri tembakau yang telah berkontribusi pajak sebesar Rp173,9 triliun pada 2015, serta menyerap lebih dari enam juta tenaga kerja.

Soeseno juga mengatakan, APTI secara konsisten menolak FCTC yang merugikan petani tembakau dan cengkih. FCTC, di antaranya, melarang penggunaan cengkih sehingga mematikan produk rokok kretek khas Indonesia. Melarang interaksi pemerintah dan perusahaan tembakau, melarang total kegiatan promosi dan sponsor, serta menerapkan kebijakan kemasan polos yang mengabaikan hak konsumen untuk mengetahui kandungan yang ada di dalam produk hasil tembakau.

"FCTC tidak berpihak pada kepentingan nasional Indonesia, serta berpotensi menghambat perekonomian nasional yang bertumpu di sektor pertanian dan perkebunan," kata Soeseno.

Sebelumnya, berbagai organisasi petani tembakau dan mitranya melakukan aksi damai meminta pemerintah melakukan ratifikasi FCTC di Yogyakarta. Organisasi ini, termasuk APTI dan Asosiasi Petani Cengkih Indonesia, menilai FCTC adalah agenda asing untuk mematikan industri hasil tembakau.