Pengusaha Menilai KPPU Semena-mena



( 2016-11-03 03:19:12 )

Kewenangan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dinilai oleh beberapa pengusaha tidak sesuai dengan tujuan dari dibentuknya komisi tersebut dalam menangani perusahaan yang diduga melakukan praktik kartel.

KPPU dianggap bukan lembaga peradilan, namun lembaga independen yang dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak sehat.

Ketua Umum Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU) Krissantono salah satu pengusaha yang mempertanyakan kewenangan dari KPPU. Lantaran, KPPU baru saja menindak 12 perusahaan unggas yang melakukan praktik kartel.

"KPPU bukanlah lembaga peradilan namun tata cara hukumnya mengikuti lembaga peradilan. Lihat yang kami alami. Kami dilaporkan oleh KPPU, disidik, dihakimi oleh KPPU. Jadi fungsi hakim dan jaksa digabung jadi satu," ujarnya, Rabu (2/11).

"KPK saja lembaga peradilannya beda, ada tindak pidana korupsi (Tipikor). Berbeda dengan KPPU."

Disamping itu, KPPU dianggap tak adil karena hanya mendengarkan kesaksian dari pihak yang memberatkan. Sedangkan, saksi yang mendukung perusahaan unggas tidak pernah didengar.

"Yang diangkat hanya yang memberatkan, jadi di mana letak keadilannya," tegas Krissantono.

Sama halnya dengan Ketua Umum Asosiasi Industri Sepedamotor Indonesia, Gunadi Shinduwinata, yang menilai KPPU salah jika menduga terdapat praktik kartel pada bisnis skutik atau sepeda motor. Dirinya berpendapat, persaingan bisnis usaha skutik saat ini berjalan sehat.

"Skutik dapat tumbuh karena gaya hidup. Dulu pertama Yamaha bersaing dengan Suzuki, namun karena yang satu tidak dapat bertahan kini kami bersaing dengan Honda. Tapi ini adalah persaingan sehat," ujar Gunadi.

Dengan banyaknya keluhan tersebut, pengusaha merasa khawatir RUU Nomor 5 Tahun 1999 yang saat ini sedang digodok oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan menambah kapasitas atau kekuatan KPPU itu sendiri sehingga menyebabkan bertambahnya beban industri di Indonesia.

Misalnya saja dalam salah satu drafnya yang berisi peningkatan kewenangan untuk melakukan penggeledahan terhadap perusahaan yang diduga melakukan kartel atau pelanggaran usaha. Krissanto menganggap perlu adanya pengawasan pihak lain dalam melakukan hal tersebut.

"DPR memang melakukan pengawasan, tapi tidak secara harian hanya sebatas anggaran saja. Polisi yang katanya melayani masyarakat, ada kompolnas. KPPU siapa yang mengawasi? Enggak ada. Sementara kewenangan justru ditambah. Saya minta revisi harus ada lembaga pengawasan yang kredibel," tegas Krissantono.

Pengawasan DPR

Secara terpisah, Ketua Panja Revisi UU Persaingan Usaha Tidak Sehat, Azam Azman Natawijana menegaskan akan melakukan kerja sama dengan pihak kepolisian dalam melaksanakan tugas penggeledahan. Namun, sebenarnya penggeledahan hanya dilakukan jika perusahaan yang dihubungi oleh pihak KPPU tidak merespon.

"Jadi hanya jika tidak merespon. Dari pengalaman 19 tahun banyak yang begitu, jadi enggak terungkap. Nanti juga minta tolong aparat untuk melakukan itu, mudah-mudahan ini bisa lebih adil. KPPU tidak semena-mena," tutur Azam.

Ketua KPPU Syarakawi Rauf menegaskan, lembaga pengawas khusus untuk KPPU tak akan dibuat. Artinya, KPPU masih tetap diawasi oleh DPR atau khususnya Komisi VI. Hal ini diputuskan setelah menimbang baik dan buruknya bagi pelaku usaha.

"Paling tidak, KPPU ini diawasi lagi oleh komisi IV. Maka dari itu kami punya kewajiban untuk melaporkan segala sesuatunya kepada Komisi IV. Itu bahkan setiap tiga bulan sekali kami wajib lapor, saya kira itu bentuk pengawasan yang sangat kuat kepada KPPU," ujar Syarkawi.

Kalau dibuat pengawas khusus lagi, lanjut Syarkawi, maka akan timbul ketidakpastian bagi para pelaku usaha.

Misalnya saja, ketika KPPU menganggap adanya dugaan persaingan usaha yang tidak sehat dan melakukan pengecekan. Tetapi jika menurut badan pengawas khusus tak bersalah dan meminta KPPU untuk menganulir keputusan sebelumnya, maka akan timbul ketidakpastian hukum.

"Untuk terciptanya kepastian hukum, sudahlah, proses pengawasan itu dilakukan oleh komisi VI," tutup Syarkawi.