Kasus Deutsche Bank Dorong Bursa Asia Menguat



( 2016-10-04 03:15:34 )

Bursa Asia menguat terdorong pudarnya harapan jika masalah yang menimpa Deutsche Bank akan terselesaikan dengan cepat, dan meningkatnya ekspektasi perihal kenaikan pada suku bunga AS yang menekan Wall Street.

Melansir laman Reuters, pada Selasa (04.10.2016), indeks MSCI dari saham Asia Pasifik di luar Jepang sedikit lebih tinggi pada awal perdagangan, sementara Nikkei indeks saham Jepang naik 0,6 persen karena penguatan dolar terhadap yen.

Kondisi Bursa Asia berbeda bila dibandingkan Wall Street yang ditutup merosot, terpicu saham Deutsche Bank yang kembali menurun dengan seiring memudarnya harapan jika pemberi pinjaman terbesar di Jerman ini akan mencapai kesepakatan dengan Departemen Kehakiman AS perihal denda yang mencapai U$ 14 miliar, terkait kasus kesalahan dalam menjual produk subprime mortgage.

Di sisi lain, Institute for Supply Management (ISM) melaporkan indeks aktivitas pabrik nasional mengalami kenaikan menjadi 51,5 dari 49,4 pada bulan sebelumnya, menunjukkan bahwa sektor ini sedang berkembang saat ini.

Data yang optimis memberikan dampak campuran. Sedangkan penguatan data meyakinkan investor terkait kekhawatiran tentang kekuatan ekonomi AS, juga menambah prediksi jika Federal Reserve berada pada jalurnya untuk menaikkan suku bunga pada awal tahun ini.

Dengan penetapan tingkat suku bunga yang lebih tinggi, baik untuk dolar namun juga bisa menekan pasar ekuitas.

"Prospek penguatan untuk kenaikan suku bunga pada Desember tidak diambil dengan baik di pasar modal," ujar Angus Nicholson, Analis Pasar IG di Melbourne dalam sebuah catatan.

Adapun indeks dolar AS, yang melacak terhadap sekeranjang enam mata uang rival utamanya, naik 0,1 persen menjadi 95,810 DXY.

Terhadap yen, dolar naik 0,4 persen menjadi 102,01 JPY, sementara euro sedikit lebih rendah di posisi Us$ 1,1208.

Hal yang jadi perhatian ekonomi utama minggu ini adalah laporan nonfarm payrolls yang rilis di hari Jumat.

Pengusaha berharap ada penambahan 170 ribu pekerjaan pada bulan September, menurut estimasi median dari 59 ekonom yang disurvei Reuters.