Rencana Pertamina Ubah Tanjung Uban Jadi Pusat Blending Minyak Asia



( 2016-09-22 05:46:36 )

PT Pertamina (Persero) berencana mengubah terminal Bahan Bakar Minyak (BBM) di Tanjung Uban, Kepulauan Riau menjadi kompleks fasilitas blending minyak demi menurunkan ketergantungan terhadap impor BBM. Tetapi dalam jangka panjang, perusahaan berharap dapat menjadikan Tanjung Uban sebagai salah satu pusat kegiatan blending minyak utama di kawasan Asia Pasifik.

Vice President Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina, Daniel Purba menerangkan, bisnis blending minyak di masa depan mempunyai prospek yang sangat menjanjikan. Alasannya, karena kebutuhan BBM di regional Asia diperkirakan akan terus tumbuh. Apalagi, nilai tambah dari minyak blending dianggapnya cukup menggiurkan.

"Blending business is a huge business. Masa depannya sangat menjanjikan. Sehingga di masa yang akan datang, kami berniat Tanjung Uban ini bisa menyuplai minyak bagi kawasan Asia Pasifik. Memangnya hanya Singapura saja yang bisa lakukan blending?" tutur Daniel, Rabu (21/9).

Tidak hanya bisnis blending, perusahaan juga akan mempersiapkan fasilitas Tanjung Uban untuk menjadi hub perdagangan minyak Asia. Ia mengatakan, saat ini lahan perusahaan di Tanjung Uban masih banyak yang masih kosong, jadi ada kesempatan untuk membangun tangki minyak di dalamnya.

"Nantinya, tangki-tangki itu dapat disewakan oleh perusahaan-perusahaan yang berminat menjadi terminal BBM. Hal ini juga searah dengan visi perusahaan yang ingin melakukan ekspansi secara internasional," tuturnya.

Untuk dapat mendukung hal itu, saat ini perusahaan sedang membenahi infrastruktur Tanjung Uban seperti pembangunan tangki berkapasitas 4x50 ribu barel dan juga perpanjangan dermaga yang bisa menampung kapal berukuran 100 ribu Dead Weight Ton (DWT). Perbaikan fasilitas ini, sambungnya, diharapkan dapat selesai pada akhir tahun 2016 mendatang.

Lebih lanjut Daniel mengatakan, fasilitas blending ini akan menyuplai berbagai jenis BBM yang sedang dibutuhkan di kawasan Asia, baik dengan kadar oktan yang rendah hingga BBM dengan kadar oktan tinggi.

"Bahkan kadar oktan 86 dan 87 pun masih digunakan di negara-negara semenanjung Indocina dan Myanmar. Kami tak ingin fasilitas blending ini hanya memproduksi satu jenis BBM saja," jelasnya.

Untuk dapat mengembangkan fasilitas Tanjung Uban, perusahaan sudah belajar dengan pelaku bisnis yang sama di Singapura. Sembari belajar, Pertamina tetap terus mempertimbangkan skema bisnis paling baik untuk mengelola fasilitas ini.

"Kami sedang pikirkan, apakah kami perlu melakukan partnership atau melakukan joint venture," lanjutnya.

Namun demikian, perusahaan baru akan memproduksi BBM jenis Premium di Tanjung Uban, yang rencananya akan dimulai pada semester I tahun depan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi impor BBM jenis Premium sebesar 2 juta barel tiap bulannya.

Sebagai informasi, realisasi impor Premium selama 2016 rata-rata sebesar 6,92 juta barel per bulannya. Dengan kata lain, Premium hasil blending ini sekiranya dapat menurunkan impor sebesar 28,9 persen.

"Kami memang sedang fokus di Premium, tapi karena saat ini konsumsi Premium menurun maka bukan tidak mungkin fasilitas blending ini bisa menghasilkan BBM dengan RON 90 atau 92. Saat ini, kami tengah melakukan ujicoba blending, mencari jenis minyak apa yang ekonomis untuk menghasilkan nilai tambah produk yang tinggi," lanjutnya.

Sepanjang 2016, Pertamina sudah melakukan impor Premium rata-rata sebesar 6,92 juta barel dan Pertamax sebesar 1,57 juta barel. Sampai akhir tahun, perusahaan memprediksi impor Premium menurun di kisaran 5 juta barel, sedangkan Pertamax meningkat ke angka 3,5 juta barel.