BI Optimistis Ekonomi Tumbuh 5,2% Di 2017



( 2016-09-08 06:09:28 )

Bank Indonesia (BI) memperjelas kalau proyeksi pertumbuhan ekonomi 2017 dari kisaran 5,1 – 5,5 persen menjadi 5,2 persen. Dan untuk pertumbuhan kredit diperkirakan mencapai 12,7 persen.

“Bank Indonesia memandang terdapat titik untuk pertumbuhan ekonomi di tahun 2017 itu diprediksi tumbuh lebih rendah dari sebelumnya dan itu berada di kisaran 5,2 persen,” ujar Gubernur BI Agus DW Martowardojo ketika menghadiri rapat kerja antara pemerintah, Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan BI di Gedung DPR, Rabu (8/9).

Agus mengutarakan, kalau perkiraan BI tersebut sudah mempertimbangkan risiko perekonomian global yang diprediksi oleh sejumlah lembaga internasional. Sebagai pengingat, pada Juli lalu, Dana Moneter Internasional (IMF) menurunkan prediksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2016 dan 2017, dari 3,2 persen dan 3,5 persen menjadi 3,1 persen dan 3,4 persen.

Disamping itu, BI juga melihat adanya potensi terbatasnya ruang stimulus fiskal sebagai dampak menyusutnya anggaran pemerintah.

Namun demikian, program amnesti pajak dapat memberikan efek positif pada perekonomian lewat masuknya aliran modal dari dana repatriasi. BI memprediksi dana repatriasi dari program yang berakhir 31 Maret 2017 ini bisa mencapai Rp180 triliun.

“Dana sebesar Rp180 triliun ini menyebabkan pertumbuhan kredit yang di tahun 2016 ini mungkin berada di kisaran di bawah 10 persen, di tahun 2017 pertumbuhan kredit itu bisa mencapai 12,7 persen,” ujar Agus.

Merespon kesepakatan target pertumbuhan ekonomi pemerintah dan Komisi XI atas pertumbuhan ekonomi tahun depan sebesar 5,1 persen, Agus mempertimbangkan perkiraan itu masih sejalan dengan BI. Karena, secara rentang waktu, BI memprediksi ekonomi tahun depan dapat tumbuh pada kisaran 5,1 – 5,5 persen.

"Bahwa hari ini sudah diputuskan sebesar 5,1 persen, artinya masih sejalan dengan range yang disampaikan oleh Bank Indonesia. Jadi kami merasa itu hal yang baik,” tutur mantan Menteri Keuangan ini.

Mengenai inflasi, BI memperkirakan bahwa tahun depan akan lebih tinggi dari tahun ini, hal tersebut disebabkan ada penyesuaian tarif listrik golongan pelanggan 900 VoltAmpere (VA).

“Kalaupun inflasi disepakati 4 persen plus minus 1 persen itu inflasi akan ada di kisaran 4,65 persen. Namun, jika tarif listrik tidak dilakukan penyesuaian maka inflasi ada di kisaran di bawah 4 persen,” tuturnya.

Perkiraan BI tentang ini lebih tinggi dibandingkan kesepakatan rapat kerja yaitu inflasi dipatok di level 4 persen.

Dan untuk nilai tukar, Agus menilai asumsi nilai tukar rupiah yang telah disepakati pemerintah dan Komisi XI DPR di kisaran Rp 13.300 per dolar AS cukup koservatif tetapi masih tetap sejalan dengan perkiraan BI di rentang Rp13.200 -13.500 per dolar AS.

Prediksi BI tersebut sudah mempertimbangkan risiko kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS, kebijakan perekonomian negara maju, serta perkembangan ekonomi China. Selain itu, BI juga mempertimbangkan potensi menguatnya rupiah yang disebabkan persepsi positif pasar atas program amnesti pajak, paket kebijakan ekonomi pemerintah, dan perombakan kabinet.