Kesepakatan Sri Mulyani dan Komisi XI DPR Terkait Asumsi Makro Ekonomi 2017



( 2016-09-08 06:07:39 )

Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati dan Komisi XI DPR sepakat dengan beberapa asumsi makro pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2017.

Salah satunya yaitu target pertumbuhan ekonomi yang dipatok 5,1 persen atau lebih rendah dari prediksi sebelumnya di Nota Keuangan sebesar 5,3 persen.

Rapat Kerja Pengambilan Keputusan Asumsi Makro RAPBN 2017 antara pemerintah dan Komisi XI berlangsung dari pukul 20.30 hingga pukul 23.30 WIB di Gedung DPR, Jakarta, seperti ditulis Kamis (8/9/2016).

Hasilnya disepakati terkait target pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar rupiah, bunga SPN 3 bulan, tingkat pengangguran, tingkat kemiskinan, gini rasio, serta Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

"Semua setuju jika pertumbuhan ekonomi di 2017 sebesar 5,1 persen, inflasi 4 persen, kurs rupiah Rp 13.300 per dolar AS, SPN 3 bulan 5,3 persen, tingkat pengangguran 5,6 persen, kemiskinan 10,5 persen, gini rasio 0,39 dan IPM 70,1," ujar Ketua Komisi XI Melchias Marcus Mekeng saat menyampaikan kesimpulan rapat.

Penentuan asumsi makro ini, khususnya tentang pertumbuhan ekonomi sesuai dengan usulan Sri Mulyani yang memproyeksikan 5,1 persen pada tahun depan. "Angka 5,1 persen untuk target pertumbuhan ekonomi sangat nyaman untuk kami. Kami juga tidak ingin mengulangi kondisi 2016, tetapi kami coba hati-hati," tutur dia.

Pemerintah, lanjut dia, akan terus berupaya untuk mengumpulkan target penerimaan pajak semaksimal mungkin. Caranya Sri Mulyani akan terus memantau kinerja Ditjen Pajak dalam mengejar penerimaan, dengan berkoordinasi bersama Kepala Kanwil pada setiap pekan.

"Hal ini merupakan bukti keseriusan kami dengan target penerimaan pajak walaupun ada dari non pajak, seperti PNBP dan bea cukai. Kami berusaha kelola dengan baik agar penerimaan lebih akurat," paparnya.

Ketika kinerja ekspor dan impor tak bisa diandalkan, Sri Mulyani mengungkapkan, pemerintah akan terus mengupayakan dorongan pertumbuhan ekonomi dari belanja pemerintah yang diharapkan tumbuh mencapai 4,8 persen di 2017.

"Sementara konsumsi rumah tangga diprediksi tumbuh sebesar 5 persen, hal tersebut disebabkan perubahan asumsi pertumbuhan ekonomi dari Nota Keuangan yang semula 5,3 persen menjadi 5,1 persen di tahun depan," terang Sri.

Dari target pembangunan manusia, Sri Mulyani mengungkapkan, kalau menurunkan tingkat kemiskinan menjadi 10,5 persen sesuai target RAPBN 2017 bukan merupakan hal yang mudah.

Ia menambahkan, kalau pemerintah akan lebih berhati-hati dalam menyalurkan subsidi kepada masyarakat miskin. Ia mengaku, rekam jejak pemerintah dalam menurunkan tingkat kemiskinan di Indonesia sangat konsisten sejak era pemerintahan Soeharto hingga saat ini.

"Akan tetapi jika ingin menurunkan tingkat kemiskinan, maka perlu dilakukan dengan penyaluran langsung bukan hanya melalui subsidi barang agar lebih tepat sasaran," tegas Sri Mulyani.

Pada kesempatan yang sama, Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo juga mendukung pengambilan keputusan terkait asumsi makro di 2017. Sebagai contoh, pertumbuhan ekonomi tahun depan dipatok sebesar 5,1 persen seiring dengan proyeksi BI di kisaran 5,1 persen hingga 5,5 persen.

"Ada kesepakatan tentang pertumbuhan ekonomi 5,1 persen, kurs Rp 13.300 per dolar AS, inflasi 4 persen, BI sependapat dengan itu. Meskipun lebih rendah dari 5,3 persen, namun tetap sejalan dengan range BI," ujar Agus.

Hanya saja ia mengingatkan kepada pemerintah untuk dapat mengendalikan inflasi yang diprediksi membengkak jika tarif dasar listrik golongan 900 VA naik pada tahun depan.

"Kalau tarif listrik 900 VA naik, maka sumbangan inflasinya 0,88 persen pada tahun 2017, sehingga total perkiraan inflasi menjadi 4,6 persen. Sehingga perlu upaya dari pemerintah untuk menekan inflasi agar tetap sesuai target," ujar Agus.

Agus Menyarankan, pemerintah harus melihat waktu yang sesuai untuk menetapkan tarif dasar listrik, seperti saat panen raya atau dilakukan secara bertahap apakah dua kali atau empat kali.

"Jadi jangan langsung naik hanya karena khawatir inflasi tidak bisa mencapai target. Apalagi dampak lainnya seperti gejolak harga pangan strategis yang harus juga dikendalikan pemerintah," ujar Agus.