FITRA Adukan Amnesti Pajak ke Ombudsman



( 2016-09-07 04:53:12 )

Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) mengadukan ke Ombudsman Republlik Indonesia terkait program amnesti pajak, yang dipandang membebani Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) serta rakyat kecil.
Sekretaris Jenderal FITRA Yenny Sucipto menegaskan, keinginan dari program amnesti pajak ialah mengembalikan aset orang Indonesia yang berada di luar negeri, agar mau menginvestasikan asetnya di dalam negeri untuk mendukung perekonomian dan pembangunan Indonesia.
Ia melanjutkan, peserta dari amnesti pajak juga diberikan dua opsi, yaitu pemulangan dana/aset kekayaan dari luar negeri ke dalam negeri (repatriasi) dan pernyataan harta kekayaan tanpa pemindahan aset (deklarasi).
“Dalam kenyataannya, kebijakan tax amnesty justru menyasar pada UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) yang terdapat di dalam negeri. Sanksi tegas yang berupa denda 200 persen diberlakukan Dirjen Pajak bagi wajib pajak yang tidak melaporkan pajaknya dengan benar. Hal ini memunculkan kekhawatiran bagi UMKM di tengah minimnya SDM di UMKM dan sosialisasi pemerintah,” tuturnya.
Yenny menerangkan, Ombudsman mempunyai fungsi mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah termasuk juga yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu.
Dalam sosialisasi amnesti pajak, tambahnya, pemerintah mengajak peserta pajak yang menyimpan dana/asetnya di luar negeri untuk ikut program amnesti pajak. Harapannya supaya para konglomerat mau memulangkan asetnya dan menginvestasikan dananya didalam negeri.
Namun, Yenny menilai, dengan minimnya target yang tercapai, kebijakan amnesti pajak tersebut kemudian menyasar kepada peserta taat pajak yang ada di dalam negeri, khususnya adalah UMKM.
“Yang terparah, kebijakan tersebut malah merugikan UMKM karena pertama, Petugas Pajak tidak bisa menerangkan dengan baik program tax amsnety sehingga memunculkan ketakutan bagi pelaku usaha yang notabennya memiliki SDM (Sumber Daya Manusia) yang terbatas,” ujar Yenny.
Kedua, tambahnya, program amnesti pajak dipandang melukai asa keadilan sebab persaratan yang cukup berat bagi UMKM dan besaran tarif tebusan yang sama rata dengan konglomerat.
“Kalau amnesti pajak dilaksanakan dengan sporadis, maka sebanyak 57,9 juta UMKM terancam gulung tikar, padahal UMKM sangat berkontribusi 60,6 persen terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) serta mampu menyerap 107 juta atau 97 persen tenaga kerja,” terangnya.
Yenny menegaskan, untuk itu FITRA mendorong Ombudsman untuk menindak lanjuti potensi kebijakan yang memberi dampak pada pelayanan publik diseluruh indonesia. Ombudsman perlu terlibat untuk mengawasi kebijakan ini demi mendukung upaya Nawacita yang ingin menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara.
“Oleh karena itu Ombudsman perlu menindak lanjuti, pertama, petugas pajak yang masih belum paham tentang program tax amnesty sehingga menimbulkan ketakutan bagi wajib pajak. Kedua, perhitungan tarif tebusan yang sama dengan konglomerat dinilai tidak adil bagi UMKM yang mempunyai aset di bawah Rp10 miliar. Ketiga, prosedur dan persyaratan yang berat membebani UMKM,” ujarnya.