Kondisi Keuangan BPJS Makin Menipis



( 2015-11-16 07:57:23 )

Dalam hal ini rapat kerja antara pemerintah Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI yang menjadwalkan pada Kamis malam (15/10/2015) terpaksa usai pembahasan persetujuan Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk lembaga di bawah Kemenkeu.


Sesudah berhenti sejenak dan memasuki sesi kedua untuk pembacaan kesimpulan, namun mendadak muncul agenda baru yakni permohonan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk mendapat suntikan Rp 1,54 triliun. Saat berhenti sejenak, Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang PS Brodjonegoro diminta masuk ke ruang tunggu menteri oleh Ketua Komisi XI DPR-RI Fadel Muhammad. Setelah sekitar 15 menit, keduanya dan beberapa peserta rapat kembali masuk ruang sidang Komisi XI dan melanjutkan pembahasan. Menkeu tampak kusut memasuki ruang rapat. Dan pada gilirannya, Bambang akhirnya menyampaikan bahwa ada permintaan dari BPJS Kesehatan agar cadangan pembiayaan sebesar Rp 1,54 triliun disetujui menjadi pembiayaan berupa PMN. “Sesuai dalam pembahasan APBNP 2015 ada cadangan pembiayaan untuk BPJS Kesehatan sebesar Rp 1,54 triliun.


Setelah melihat perkembangan BPJS Kesehatan di mana terjadi gangguan pada arus likuiditas, maka kami memohon cadangan pembiayaan yang sebesar Rp 1,54 triliun, dengan persetujuan Komisi XI, diubah menjadi pembiayaan,” tutur Bambang. Mantan Kepala Badan Kebijakan Fiskal itu pun menegaskan, perhatian masyarakat sangat tinggi untuk menjadi peserta BPJS Kesehatan. Meskipun para peserta ini membayar iuran, namun menurut Bambang, banyaknya peserta baru berdampak pada kondisi keuangan.


Jumlah kepesertaan saat ini mencapai lebih dari 152 juta orang. Namun sayangnya, ada missmatch antara pendapatan iuran dengan pengeluaran BPJS Kesehatan sebesar Rp 5,85 triliun, ujar Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris. Fahmi mengatakan, “Total iuran yang masuk Rp 39 triliun, sedangkan pengeluarannya Rp 41 triliun.”


Kalaupun PMN disetujui, maka masih ada aset netto negatif sebesar Rp 4,31 triliun. Akan tetapi, menurut Fahmi, suntikan ini sangat diperlukan BPJS Kesehatan. Sebab, tidak mungkin mereka melakukan moratorium kepesertaan, atau menaikkan iuran. “Kalau ini tidak turun, bulan depan terus terang mulai sangat terganggu pembayaran kita ke rumah sakit-rumah sakit. Intinya kalau tidak diberikan ya potensi default, gagal bayar,” kata dia.